Senin, 19 Agustus 2013

logika




PERANAN LOGIKA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN

  1. Pendahuluan
Logika merupakan ilmu yang mempelajari metode dan hukum – hukum yang digunakan untuk berpikir secara benar dalam artian dapat membedakan penalaran yang benar dan penalaran yang salah.[1]
Dengan adanya salah satu tujuan logika yaitu mencegah ketersesatan berpikir maka logika memiliki peranan – peranan yang penting dalam setiap aspek kehidupan. Salah satu peranan logika yang akan kami bahas dalam presentasi kami adalah “Peranan Logika Dalam Pengambilan Keputusan.”
 Pengambilan Keputusan adalah kegiatan pokok yang dilakukan oleh setiap orang. Di era sekarang ini manusia dituntut dengan cepat untuk mengambil keputusan terhadap masalah yang sebenarnya memerlukan pemikiran rasional, logis dan realistis.[2] Adanya kelompok – kelompok orang yang menggunakan logika sepenuhnya untuk mengambil segala sesuatu keputusannya dan dilain pihak ada orang – orang yang mengandalkan Roh Kudus sepenuhnya yaitu melakukan segala sesuatu dengan menanyakannya kepada Roh Kudus (lewat doa) mendasari pemikiran kami dalam pembahasan presentasi ini. Seberapa besar kita harus menggunakan logika dan seberapa banyak adanya campur tangan Tuhan dalam peranannya untuk pengambilan keputusan? Atau seberapa besar pengaruh Logika dan intervensi Allah dalam pengambilan keputusan?. Untuk menjawab hal tersebut kelompok kami akan membahasnya dalam presentasi ini.
 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam pembahasan ini adalah kelompok kami akan membahas mengenai “Peranan logika dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan memilih tempat pelayanan yang sesuai dengan kehendak Tuhan”. Spesifikasi dari batasan yang kami buat adalah karena munculnya pemikiran akan kemanakah kita setelah lulus dari sekolah teologi?, dan tempat pelayanan yang seperti apakah yang sesuai dengan kehendak Tuhan?. Selain itu penentuan tempat pelayanan untuk masing – masing kita adalah sangat perlu mengingat tujuan kita dalam menuntut ilmu di sekolah teologi adalah untuk memperlengkapi kita dalam pelayanan. Oleh karena itu menentukan tempat pelayanan memerlukan keputusan yang tepat, logis, namun tetap dalam koridor persetujuan Allah.
  1. Peranan Logika Dalam Pengambilan Keputusan
a.   Peranan Logika
Logika memberikan peranan yang penting dalam mengambil keputusan yaitu agar kita mampu mengambil keputusan yang kritis, lurus, dan objektif. Dalam kaitannya kita memilih tempat pelayanan yang sesuai adalah supaya kita mampu memberikan dampak yang baik bagi orang – orang yang kita layani. Kita tidak bisa hanya menggunakan logika sepenuhnya dalam mengambil semua keputusan karena dalam ranah kekristenan Tuhan harus dilibatkan dalam kehidupan kita karena Dialah mengatur segala yang kita kerjakan. Bila hal itu tidak sesuai dengan kehendak-Nya maka usaha yang kita lakukan atau keputusan yang kita ambil tidak akan mencapai hasil yang maksimal atau bahkan gagal. Begitu juga sebaliknya, kita hidup dalam dunia yang penuh dengan realitas maka kita juga tidak bisa hanya memutuskan dengan kehendak Tuhan saja, karena dalam kita menjalani kehidupan di dunia ini, ada orang yang dengan mudah menerima alasan kita untuk mengikuti kehendak Tuhan namun juga ada  orang yang tidak demikian. Oleh karena itu kita dituntut untuk dapat menunjukkan suatu bukti dari tindakan yang nyata atas keputusan yang kita ambil. Ketika kita melakukan segala sesuatu hanya bertanya kepada Tuhan maka keputusan yang seharusnya kita ambil dengan cepat akan terlewat karena jawaban dari Tuhan tidak dapat kita prediksikan apakah Tuhan langsung menjawab saat itu juga atau tidak. Oleh karena itu, tindakan yang benar adalah dalam kita mengambil keputusan kita bertanya dahulu kepada Tuhan, setelah itu dalam pelaksanaannya kita melakukannya disertai dengan logika.
b.   Seberapa besar campur tangan Tuhan dan peranan logika dalam pengambilan keputusan?
Seberapa besar kita melibatkan Tuhan dan Logika dalam mengambil keputusan adalah  seimbang dan tepat waktu. Ada kalanya dimana Tuhan yang memberikan jawaban atas apa yang harus kita lakukan. Misalnya: Dalam melayani orang yang sedang sakit, kita meminta kesembuhan dari Tuhan supaya kuasa-Nya nyata untuk orang tersebut dan terjadi kesembuhan . Tetapi ada kalanya juga kita menggunakan logika untuk mengambil keputusan tersebut. Misalnya: Dalam satu hari ditempat pelayanan kita hanya memiliki uang 10.000,00 untuk makan, maka kita hanya perlu menggunakan logika bagaimana kita menghemat uang tersebut untuk dapat mencukupi kebutuhan makan kita selama satu hari. Tuhan juga berfirman bahwa kita harus cerdik maka dalam hal ini Tuhan menghendaki bahwa akal yang Ia berikan dapat kita gunakan dengan baik.
c.    Cara menentukan tempat pelayanan
Dalam hal kita menentukan tempat pelayanan maka kita perlu menyertakan Tuhan dalam keputusan kita memilih tempat yang tepat sehingga segala apa yang ada dalam diri kita dapat kita maksimalkan untuk pelayanan dan untuk kemuliaan Tuhan. Caranya adalah kita bertanya kepada Tuhan dengan berkomunikasi lewat doa dan puasa kemudian jawaban yang kita terima, baik secara audible, lewat hati nurani, lewat Hamba Tuhan lain, maupun lewat Firman-Nya dapat kita kerjakan. Maka setelah itu kita juga mampu berpikir secara logika sejauh mana kemampuan kita untuk melayani ditempat tersebut. Setelah kita menemukan tempat pelayanan yang sesuai dengan kehendak Tuhan maka ketika berada dalam pelayanan peranan logika juga harus kita sertakan supaya dapat diterima oleh orang – orang yang kita layani.
  1. Kesimpulan
Dalam ranah kekristenan, untuk menentukan keputusan adalah bijaksana bila kita menyertakan Tuhan. Tidak dapat kita pungkiri bahwa kita hidup dalam dunia yang penuh dengan realita, yang segala sesuatunya dinilai dengan hal yang real (nyata). Oleh karena itu dalam mengambil keputusan kita hendaknya bertanya dulu kepada Tuhan, apa yang menjadi kehendak-Nya dan setelah kita mendapatkan jawaban dari-Nya maka kita melakukan dengan disertai logika dalam menentukan langkah – langkah kearah tujuan yang telah Tuhan tetapkan tersebut. Dengan demikian kita akan mampu mengambil segala keputusan dengan bijaksana termasuk dalam menentukan tempat pelayanan.
  1. Daftar Pustaka
Binuko,Titus. Diktat Logika. Salatiga: STT Sangkakala, 2011.
Brownlee,Malcolm. Pengambilan Keputusan Etis. Jakarta: BPK Gunung Mulia,2006.
Darmaputera,Eka. Kepemimpinan Dalam Perspektif Alkitab. Yogyakarta: Kairos Books, 2005.
Hadiwijono,Harun. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia,1992.
Jeremiah,David. The Answer. Yogyakarta: Gloria Graffa, 2007.
Simpson,A.B. Mengikuti Pimpinan Roh. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000.
Tong,Stephen. Dinamika Hidup Dalam Pimpinan Roh Kudus. Surabaya: Momentum, 2007.




[1] Titus Binuko, Diktat Logika, (Salatiga: STT Sangkakala, 2011),hlm 6.

Rabu, 12 Juni 2013

tinjauan, eksegetis, kemiskinan, kelimpahan



TINJAUAN EKSEGETIS MENGENAI KEMISKINAN DAN KELIMPAHAN BERDASARKAN MARKUS 12:41-44

BAB I
PENDAHULUAN
Didunia ini banyak orang yang memberikan dana atau sumbangan untuk riset, orang miskin, dan yayasan. Sumbangan atau donasi atau derma (Inggris: donation yang berasal dari Latin: donum) adalah sebuah pemberian pada umumnya bersifat secara fisik oleh perorangan atau badan hukum, pemberian ini mempunyai sifat sukarela dengan tanpa adanya imbalan bersifat keuntungan, walaupun pemberian donasi dapat berupa makanan, barang, pakaian, mainan ataupun kendaraan akan tetapi tidak selalu demikian, pada peristiwa darurat bencana atau dalam keadaan tertentu lain misalnya donasi dapat berupa bantuan kemanusiaan atau bantuan dalam bentuk pembangunan, dalam hal perawatan medis donasi dapat pemberian tranfusi darah atau dalam hal transplantasi dapat pula berupa pemberian penggantian organ, pemberian donasi dapat dilakukan tidak hanya dalam bentuk pemberian jasa atau barang semata akan tetapi sebagaimana dapat dilakukan pula dalam bentuk pendanaan kehendak bebas.[1]
            Kebanyakan dari sumbangan – sumbangan tersebut adalah berupa dana. Dana tersebut biasanya dibagikan kepada fakir miskin, orang kurang mampu, janda miskin, anak terlantar, dan dengan upaya tersebut diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan mereka. Dalam hal ini fakir miskin menjadi objek sasaran yang mendapatkan bantuan tersebut.
Persembahan – persembahan jaman kuno.
Perpuluhan muncul di dalam Alkitab. Maka, ya, perpuluhan adalah alkitabiah. Tetapi ini bukanlah Kekristenan. Perpuluhan adalah milik bangsa Israel kuno. Ini secara esensial merupakan pajak pendapatan mereka. Anda tidak pernah menemukan perpuluhan oleh Kekristenan abad I dalam Perjanjian Baru.
Banyak orang Kristen tidak memiliki ide tentang apa yang Alkitab ajarkan mengenai perpuluhan maka marilah kita melihat hal tersebut. Kata “perpuluhan” secara sederhana artinya sepersepuluh bagian. Tuhan mengenalkan tiga macam perpuluhan bagi Israel sebagai bagian dari sistem perpajakan mereka yaitu :
-       Perpuluhan hasil dari tanah untuk men-support orang-orang Lewi yang tidak memiliki warisan di Kanaan.
-       Perpuluhan dari hasil tanah untuk mensponsori festival-festival keagamaan di Yerusalem.
Jika hasil tanah pertanian tersebut sangat berat untuk dijinjing ke Yerusalem maka mereka dapat merubahnya menjadi uang.
-       Perpuluhan dari hasil tanah yang dikumpulkan setiap tiga tahun untuk orang- orang Lewi lokal, yatim piatu, orang asing dan janda-janda.
Memperhatikan bahwa Allah memerintahkan Israel untuk memberikan 23,3% dari pendapatan mereka tiap tahun maka sepertinya bertentangan dengan pemberian10% (20% per tahun dan 10% setiap tiga tahun = 23,3% per tahun Allah telah memerintahkan 3 macam perpuluhan! Nehemia 12: 44, Maleakhi 3:8-12, Ibrani 7:5).
Perpuluhan itu dari hasil tanah yaitu benih, buah atau hewan ternak. Itu adalah hasil tanah bukan uang. Sebuah pararel yang jelas dapat dilihat antara sistem perpuluhan Israel dan sistem perpajakan modern yang sekarang ada di Amerika. Israel diwajibkan untuk mendukung pekerja-pekerja nasional mereka (imam-imam), hari-hari suci mereka (festival-festival), dan orang-orang miskin di tempat mereka (orang asing, janda dan yatim piatu) dengan perpuluhan tahunan mereka. Kebanyakan sistem-sistem pajak modern memiliki tujuan yang sama dengan itu.
Bersama kematian Yesus, semua upacara dan simbol-simbol agama yang dimiliki orang Yahudi telah dipakukan pada salib-Nya dan dikuburkan, tidak pernah muncul lagi untuk menghukum kita. Dengan alasan ini kita tidak pernah melihat orang-orang Kristen memberikan perpuluhan di dalam Perjanjian Baru. Tidak pernah kita melihat mereka mempersembahkan kambing domba untuk menutupi dosa-dosa mereka. Paulus menulis, “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaranmu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidupkan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita, dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada kayu salib: Ia telah melucuti pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa dan menjadikan mereka tontonan umum dalam kemenangan-Nya atas mereka. Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari sabat; semuanya itu hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus.” Kolose 2:13-17.
Perpuluhan dimiliki secara eksklusif oleh Israel di bawah hukum Taurat. Soal pengelolaan keuangan, kita melihat orang-orang kudus abad pertama memberi dengan gembira sesuai kemampuan mereka bukan tanggung jawab yang keluar dari sebuah perintah (ini jelas tertulis di 2 Korintus 8:3-13, 9:5-12. Paulus menulis tentang pemberian: Beri sesuai kemampuan dan kekayaan). Pemberian di gereja mula-mula adalah sukarela dan yang diuntungkan dari pemberian tersebut adalah orang miskin, yatim piatu, orang sakit, janda-janda, orang-orang di penjara dan orang-orang asing.
Sekarang ini terdapat keberatan-keberatan seperti: “Tapi bagaimana dengan Abraham? Dia hidup sebelum hukum Taurat. Dan kita melihat dia memberikan perpuluhan kepada Imam Besar Melkisedek. Apakah ini tidak terbalik dengan argumen Anda bahwa perpuluhan adalah bagian dari hukum Taurat?”. Ada tiga hal yang seperti menjelaskan hal tersebut:
1.      Perpuluhan Abraham adalah sukarela sepenuhnya. Bukan sesuatu yang diwajibkan. Allah tidak pernah memerintahkannya seperti Dia memerintahkan perpuluhan kepada Israel.
2.      Perpuluhan Abraham berasal dari jarahan yang dia peroleh dari pertempurannya. Dia tidak memberikan perpuluhan dari pendapatan rejekinya sendiri atau kekayaannya. Tindakan perpuluhan Abraham tersebut sama seperti kalau Anda memenangkan undian berhadiah, atau penerimaan sebuah bonus dari pekerjaan, lalu diberikan sepersepuluhnya.
3.      Perpuluhan Abraham tersebut hanya sekali terjadi di sepanjang 175 tahun hidupnya di muka bumi. Kita tidak punya bukti bahwa dia kembali melakukan hal tersebut. Konsekuensinya jika kita menggunakan Abraham sebagai sebuah pembuktian untuk argumen kita bahwa orang-orang Kristen harus memberikan perpuluhan.
Ini membawa kita kembali kepada teks yang seringkali dikutip dalam Maleakhi 3. Apakah yang Allah katakan disana? Kutipan ini menunjukkan kepada bangsa Israel kuno dimana mereka ada dibawah hukum Taurat. Saat itu umat Tuhan menahan perpuluhan dan persembahan mereka. Bayangkan apa yang akan terjadi jika sebagian besar orang Amerika menolak membayar sebagian besar pajak pendapatan mereka. Hukum Amerika memandang hal tersebut sebagai perampasan atau perampokan. Maka kesalahan tersebut akan ditindaklanjuti dengan hukuman oleh pemerintah karena pencurian tersebut. Hal yang sama, ketika Israel menahan pajak (perpuluhan mereka) maka mereka sedang mencuri dari Allah yang telah mewajibkan sistem perpuluhan tersebut. Tuhan lalu memerintahkan umat-Nya untuk membawa perpuluhan mereka ke dalam rumah perbekalan/persediaan. Rumah perbekalan / persediaan tersebut lokasinya ada dalam ruangan bait suci. Ruangan tersebut disediakan untuk menyimpan perpuluhan (yang adalah produk dan hasil- hasil pertanian, bukan uang) untuk men-support orang Lewi, orang miskin, orang asing dan para janda.
Tuhan memberi peringatan dalam Maleakhi 3:5 dengan berkata bahwa Dia akan menghukum orang yang menindas para janda, anak piatu dan orang asing. Dia berkata: “Aku akan mendekati kamu untuk menghakimi dan akan segera menjadi saksi terhadap tukang-tukang sihir, orang-orang berzinah dan orang-orang yang bersumpah dusta dan terhadap orang-orang yang menindas orang upahan, janda dan anak piatu, dan yang mendesak ke samping orang asing, dengan tidak takut kepada-Ku, Firman Tuhan semesta alam.” Janda-janda, anak piatu dan orang asing adalah mereka yang paling berhak menerima perpuluhan. Karena Israel menahan perpuluhan mereka maka mereka bersalah telah menindas tiga kelompok orang tersebut.
Persembahan dalam PL dapat juga disebut sebagai korban. Persembahan kepada Allah untuk memuliakan Dia (korban sajian dan korban minuman), untuk memelihara persekutuan dengan Dia (korban bakaran, korban keselamatan dan korban pujian), untuk menebus dosa dan kesalahan (korban penghapus dosa, korban penebus salah). Pada waktu pentahbisan imam ada persembahan unjukan dan persembahan khusus. Demikianlah keadaan di Israel (bandingkan Im 1:1-7:38; Kel 29:24-28). Yesus Kristus mengorbankan diri-Nya sekali untuk selamanya sebagai korban penebus dosa. Jemaat Kristen dianjurkan untuk berkorban atas dasar perbuatan Yesus itu (Rom 12:1), khususnya mempersembahkan korban pujian (Ibr 13:15).
Korban Bakaran adalah Suatu persembahan kepada Allah. Pada persembahan semacam itu seluruh bagian binatang itu dibakar di atas mezbah. Pada persembahan-persembahan yang lain hanya beberapa bagian tertentu saja yang dibakar. Dalam korban bakaran ini ada pedupaan kudus yaitu bahan yang bila dibakar menghasilkan asap yang harum baunya. Orang-orang Israel memakainya dalam ibadah.
 Korban Keselamatan adalah suatu korban yang dipersembahkan untuk memperbaiki atau memelihara hubungan baik dengan Allah. Hanya sebagian dari binatang itu dibakar diatas mezbah, selebihnya dimakan oleh orang-orang yang datang beribadah atau oleh para imam.
      (1) Hakikinya. Korban adalah sebuah upacara ritual dan oleh upacara itu dipersembahkan sebuah pemberian kepada dewa. Korban dianggap sebagai tanda takluk atau tanda penghormatan, sebagai permohonan berkat dan sebagai penolak malapetaka. Korban bisa bertujuan melakukan perbuatan silih dan menyingkirkan kenajisan maupun dosa. Menurut pandangan kuno dikatakan, bahwa manusia mempersembahkan dirinya di dalam korban kepada Dewa, dengan maksud mengadakan sebuah persekutuan antara pembawa korban dengan dewanya. Oleh sebab itu selalu ada sebagian dari masalah yang paling bernilai bagi manusia yang dikorbankan. Di waktu berikutnya baru timbul benda-benda kurang bernilai atau benda-benda simbolik guna menggantikan persembahan yang sebenarnya:  Binatang untuk menggantikan pemberian korban.
      (2) Di dalam PL. Pada waktu semula pandangan di Timur-Tengah kuno adalah, bahwa dewa memerlukan makanan. Atas dasar itu orang percaya, bahwa mereka harus mempersembahkan makanan. Meskipun religi Yahwe melarang korban manusia, namun pada zaman awal, orang-orang Israel juga mempersembahkan anaknya sebagai korban pada saat-saat tertentu (Hak 11:29-39; 1Raj 16:34). Waktu bangsa Israel  masih menjadi pengembara, mereka mempersembahkan korban dari ternak mereka.
 Setelah menduduki tanah Kanaan, timbul waktu transisi dari hidup mengembara menuju hidup yang menetap, sehingga berubah pula bahan persembahan korban dan upacara korban itu. Pada saat itu orang juga mempersembahkan hasil pertama dari buah-buah ladang. Meskipun tidak bisa diragukan akan adanya suatu pengaruh dari Kanaan, namun hal itu juga sukar pemastiannya. Para nabi tidak mengecam korban itu sendiri, melainkan mereka kecam bentuk ibadat tertentu yang mengandung pandangan dan kebiasaan Kanaan. Mereka kecam suatu sikap formalitas, yang memandang korban tidak lagi sebagai ungkapan ketaatan terhadap kehendak Yahwe dan terikat kesusilaan dengan kewajibannya. Di dalam Yudaisme di waktu kemudian, korban semakin dipandang sebagai kewajiban yang dipaksakan oleh Yahwe. Di dalam Kristus harus dipenuhi peraturan hukumNya secara tertib oleh orang yang saleh. Undang-undang membedakan korban menurut bahannya dalam: Korban bakar, Koran api, Korban yang diangkat, Korban yang digerakkan dan percikan. Kemudian ada pembagian Korban menurut tujuannya sebagai: Korban dosa dan Korban keselamatan. Akhirnya Korban dibagi pula menurut detik waktu persembahannya dalam: Korban harian, Korban petang dan Korban pagi.
      (3) Di dalam PB. Yesus tidak langsung menolak Korban. Ia benarkan ajaran para nabi, namun Yoh 4:24 secara terus-terang bicara tentang penghapusan korban PL; Yesus menubuatkan kehancuran kenisah dan dengan demikian dinubuatkannya kehancuran ibadat korban. Bagi Yesus seluruh hukum ada di dalam hukum cinta kasih. Oleh sebab itu Ia mengutamakan perdamaian dengan sesama daripada orang mempersembahkan korban (Mat 5:23-24). KematianNya sendiri dijelaskanNya sebagai biaya tebusan dan korban pengganti bagi semua orang (Mat 20:28).
Paulus menyebut Kristus Anak Domba Paskah, yang disembelih pada salib (1Kor 5:7), agar oleh darahNya ditebuslah Israel yang benar dari perbudakan dosa untuk berdamai kembali dengan Allah. Secara terus-terang surat Ibrani menekankan corak silih dari korban Kristus, yang melampaui semua korban PL. Di dalam tulisan-tulisan Yohanes, Yesus adalah Anak Domba Paska, yang menghapus dosa-dosa dunia (Yoh 1:29,36).
Mengarahkan hidup kepada Tuhan tentu saja bukan hanya sekedar mengikut Dia, tetapi juga memberi hidup kita sebagai persembahan syukur kepadaNya, karena Dia telah terlebih dahulu mempersembahkan tubuhNya  sebagai korban penebusan bagi dosa kita.
Dalam Perjanjian lama kita sering membaca istilah persembahan dikategorikan sebagai korban (Qurban), ada yang disebut Korban bakaran, Korban sajian, Korban keselamatan, Korban dosa, dan Korban kesalahan (Im 1:1-6:7 ; Im 6:8-7:38).
Jika kita hubungkan dengan makna persembahan yang kita jalankan dalam gereja masa kini, terlihat berbeda, namun jika diperhatikan lebih dalam lagi, ke lima jenis persembahan di atas digolongkan pada tiga jenis :
  1.  Korban bakaran dan korban sajian dipersembahkan selalu bersamaan dan sifatnya dilihat sebagai pemberian atau persembahan dari pihak manusia pada Allah. Pada bagian ini tergolonglah korban-korban nazar, korban ucapan syukur dan korban buah sulung. 
  2.  Korban keselamatan adalah korban di mana sebagian dari yang dikorbankan dimakan juga oleh yang mempersembahkan, sehingga korban ini lebih bersifat ‘persekutuan’. Terhadapnya tergolonglah seluruh korban-korban yang bersifat persekutuan.
  3. Korban ‘penghapus dosa’ dan korban ‘penebus salah’, keduanya sifatnya adalah korban yang bersifat pendamaian.
Pada PL, inti dari Korban adalah pendamaian dengan Allah, dan inisiatif pendamaian itu datang dari Allah sendiri (Im 1:1), jadi pendamaian itu adalah anugrah Allah kepada manusia yang oleh karena kasihnya memberi kesempatan kepada manusia itu untuk mengakui dan menebus  dosa-dosanya dengan mempersembahkan korban.  
Namun pada PB, korban-korban seperti itu dinyatakan berakhir karena Yesus telah datang dan menjadi korban anak domba Allah untuk menebus dosa dan menjadi korban pendamain antara mansuia dengan Allah.
Makna dari korban/persembahan pun berobah dari persembahan pendamaian menjadi persembahan ucapan syukur, dan terkesan menjadi inisiatif manusia sebagai wujud rasa terimakasih (syukur) atas berkat Allah yang diterima manusia.
Oleh karena itu kita akan melihat, ajaran Yesus selanjutnya bukan lagi tentang persembahan dalam rangka PL lagi, tetapi persembahan dalam jaman yang baru ini. Kebebasan dalam memberi persembahan menjadi ciri dari jaman baru ini, karena persembahan itu mengacu pada apa yang Yesus korbankan sebagaimana dirayakan dalam Perjamuan Kudus. Jemaat bebas untuk memberi seperti Farisi yang memberi sepersepuluh (Mat. 23:23; Luk. 18:12) atau seperti Zakeus yang memberi setengah dari apa yang dia miliki (Luk. 19:18) atau seperti janda miskin yang memberikan seluruhnya (Mark. 12:44) tergantung pada kebebasan yang diberikan oleh Yesus Kristus.

BAB II
MARKUS 12:41-44
Ayat 41
            Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar.
 Ayat 42
                Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. 
Ayat 43
Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan.
Ayat 44
                Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." 

BAB III
KEMISKINAN DAN KELIMPAHAN BERDASARKAN
          EKSEGESE MARKUS 12:41-44

Ayat 41
ITB : Pada suatu kali Yesus duduk menghadapi peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Banyak orang kaya memberi jumlah yang besar.
BIS :     Waktu duduk bertentangan dengan kotak persembahan di Rumah Tuhan, Yesus memperhatikan orang-orang memasukkan uang mereka ke dalam kotak itu. Banyak orang kaya memasukkan banyak uang;
KJV : And Jesus sat over against the treasury, and beheld how the people cast money into the treasury: and many that were rich cast in much.
NAS : And He sat down opposite the treasury, and began observing how the multitude were putting money into the treasury; and many rich people were putting in large sums.
GNT : Kai. kaqi,saj kate,nanti tou/ gazofulaki,ou evqew,rei pw/j o` o;cloj ba,llei calko.n eivj to. gazofula,kionÅ kai. polloi. plou,sioi e;ballon polla,\
Pada suatu kali
Pada suatu kali adalah menunjukkan tentang kegiatan yang Yesus lakukan dalam perjalanan pengajarannya, ketika itu Yesus masih mengajar di kawasan Yerusalem yaitu di Bait Suci (Markus 12:35). Ketika Ia mengajar di Bait Suci maka Ia melihat pemandangan orang – orang yang memberikan persembahan kepada Allah.
Yesus duduk
Duduk adalah kebiasaan yang Yesus lakukan ketika mengajar (Matius 13:2; 15:29; 24:3; 26:55; Markus 4:36; 9:35 dll). Ketika itu Yesus juga duduk di Bait Suci kemudian Ia melihat orang banyak mempersembahkan persembahan kepada Allah.
            Dalam terjemahan versi BIS, Yesus “duduk bertentangan” dengan peti persembahan yang berada di Bait Allah. Berarti ketika itu Yesus mengajar dengan duduk membelakangi peti persembahan, dan ketika Ia menengok kebelakang Ia melihat orang – orang kaya mempersembahkan dengan berlimpah – limpah. Setelah Ia melihat banyak orang memberikan persembahan maka Yesus menghadap pada peti persembahan tersebut dan mulai memperhatikan setiap orang yang mempersembahkan persembahan bagi Allah.
            Hati-Nya mulai tertarik ketika Ia melihat seorang janda yang miskin mempersembahkan dari harta paling berharganya untuk dimasukkan kedalam peti persembahan.  Meskipun pada saat itu Yesus sedang sibuk berkotbah menyampaikan pengajarannya namun Ia sempat melihat dan memperhatikan kejadian sekecil ini dan menjadikannya pengajaran yang berharga bagi orang – orang yang diajarnya dan juga kepada murid – muridnya. Dari hal ini dapat dilihat bahwa Yesus begitu tanggap dengan keadaan di sekelilingnya.
Uang
Uang tembaga yang diberikan janda miskin itu dikenal dalam bahasa Yunani dengan nama lepta; denominasi terkecil dari uang logam Yunani yang beredar pada waktu itu. Satu dinar (denarius) senilai dengan 128 lepta, upah sehari untuk seorang pekerja. Jadi apa yang dimasukkan sang janda miskin ke dalam peti persembahan itu bernilai 1/64 upah rata-rata sehari seorang pekerja. Hal ini menunjukkan betapa miskin janda itu. Mengapa sampai begitu miskin? Kita tidak tahu jawabnya. Yang diketahui adalah,  bahwa pada zaman Israel kuno, apabila seorang suami mati, warisannya diberikan kepada anak laki-laki tertua dan janda orang yang mati itu dibuat tergantung pada anaknya itu. Seandainya anaknya itu tidak baik atau jatuh miskin, maka susahlah hidup sang janda. Dalam bacaan hari ini, walaupun janda itu begitu miskin, hatinya  senantiasa memadahkan kebaikan dan kasih-setia Allah. Sungguh sebuah kehidupan yang patut diteladani oleh kita semua. Contoh dari seseorang yang sungguh mengenal Allah-nya, Dia telah mengalami kasih-setia Allah dan yakin benar bahwa Allah tidak akan pernah meninggalkannya. Janda miskin ini mempraktekkan ketergantungannya kepada Allah secara radikal. Hal ini sangat bertentangan dengan sikap orang kaya yang hanya memberi dari kelebihan harta kekayaan mereka.
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran hutang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang sebagai alat penunda pembayaran.[2]
Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks, tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.
Di Indonesia, kedua jenis uang kartal (yaitu uang kertas dan uang logam) dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Bank Indonesia sebagai bank sentral mempunyai wewenang dan hak monopoli untuk mencetak dan mengedarkan uang kertas serta uang logam.
Selain uang kartal, di Indonesia juga dikenal adanya uang giral. Uang giral adalah alat pembayaran yang sah berupa surat-surat berharga. Surat-surat berharga ini berupa saldo rekening koran (rekening badan usaha dan perseorangan) pada bank- bank komersial dan bank-bank yang dapat disamakan dengan bank-bank komersial, yang setiap saat dapat diambil sebesar nilai nominalnya. Uang giral muncul karena sulitnya melakukan transaksi dalam jumlah besar.[3]
Pada awalnya di Indonesia, uang kartal diterbitkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu disebut dengan hak oktroi.[4]
Uang adalah alat yang bisa digunakan untuk sesuatu yang mulia atau sangat buruk.[5] John Wesley memberi tiga aturan sederhana menyangkut uang, yaitu:
-          Raih semua yang Anda mampu
-          Simpan semua yang Anda mampu
-          Berikan semua yang Anda mampu[6]
Dalam dunia Teologi ada dua pandangan ekstrem tentang uang, yaitu:
  1. Teologi Kemiskinan
Kemiskinan merupakan kenyataan hidup dalam sejarah manusia, dan YESUS menyatakan bahwa orang miskin akan selalu ada (Mat. 26:11).  Namun menurut Injil Matius,  si miskin adalah berhak untuk memiliki Kerajaan Sorga. Sebab ada tertulis, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." (Mat 5:3). Dan pada masa para rasul, banyak orang Kristen yang menjual hartanya dan membagikannya kepada mereka yang miskin (Kis. 2:43-47; bnd. Kis. 5:1-11).
Dari kedua nats di atas ini, tidak ada alasan gereja tidak memperhatikan si miskin. Gereja berfungsi untuk memperhatikan jemaatnya baik secara jasmani dan rohani. Karena itu, secara kontekstual, ajaran kotbah Tuhan YESUS di bukit ini (Mat 5-7) sangat mengena bagi kehidupan umat-Nya. Tujuan YESUS dalam khotbah tsb adalah mengajak orang Kristen yang miskin tidak menjadi minder, rendah diri, maupun tidak menjadi pengemis untuk menuntut pemberian, sebab iman Kristenlah yang membawa mereka mewarisi kerajaan sorga.
Jika saat ini masih banyaknya orang-orang miskin, bukan menjadi alasan untuk tidak mewarisi kerajaan sorga, tetapi juga iman dan kepercayaan orang Kristen yang menjadi bagian dalam pewarisan kerajaan sorga. Melalui pemahaman ini, maka orang Kristen yang memiliki kekayaan mau berbagi dengan mereka yang miskin untuk menjadi saluran berkat dan perwujudan pemeliharaan Tuhan atas umat-Nya.
  1. Teologi Kemakmuran
Teologi Kemakmuran atau Doktrin Kemakmuran (Inggris Prosperity Theology), yang kadang-kadang disebut pula Teologi Sukses, adalah doktrin yang mengajarkan bahwa kemakmuran dan sukses (kaya, berhasil, dan sehat sempurna) adalah tanda-tanda eksternal dari Allah untuk orang-orang yang dikasihinya. Kasih Allah ini diperoleh sebagai sesuatu takdir (predestinasi), atau diberikan sebagai ganjaran untuk doa atau jasa-jasa baik yang dibuat oleh seseorang. Sementara itu, penebusan dosa (yang dalam Kristen dilakukan melalui Yesus Kristus) yang dilakukan Allah bertujuan untuk memberikan berkat kesuksesan dan kesehatan.
Teologi Kemakmuran merupakan salah satu teologi dalam Gerakan Kharismatik, selain ciri lain yang menekankan gerakan roh (setiap orang bisa dipenuhi Roh Kudus dengan tanda-tanda tertentu dalam hidupnya). Teologi kemakmuran adalah ajaran tentang kesempurnaan hidup bagi setiap orang beriman dalam hal ekonomi dan kesehatan. Dalam hal ekonomi, teologinya disebut sebagai "Teologi Sukses," yang bercirikan pada kesuksesan. Teologi ini meyakini bahwa seorang Kristen yang diberkati adalah mereka yang sukses dalam hidupnya. Dalam kesehatan, seseorang yang diberkati Allah selalu sehat dan sempurna hidupnya, tidak ada cacat, mempunyai kemampuan kesembuhan ilahi. Teologi Sukses atau Injil Sukses (Gospel of Success) disebut juga Teologi Anak Raja, dan secara sederhana dapat disebut sebagai ajaran yang menekankan bahwa “ Allah kita adalah Allah yang Mahabesar, kaya, penuh berkat dan manusia yang beriman pasti akan mengalami kehidupan yang penuh berkat pula, kaya, sukses dan berkelimpahan.”
Cara Allah memberi berbeda dengan cara manusia memberi. Firman memberikan perintah khusus tentang bagaimana manusia hidup sesuai kehendak-Nya. Tuhan memberkati manusia dalam ukuran yang tepat sesuai dengan pengajaran Firman-Nya kepada manusia.[7] Satu hal yang jelas diperintahkan oleh Firman Allah adalah memberi kepada orang – orang miskin yaitu:
“Diberkatilah orang yang memperhatikan orang miskin; Tuhan akan meluputkan dia pada masa kesusahan. Tuhan akan melindungi dia dan memelihara nyawanya; dan ia akan diberkati  di bumi (Maz 41:2-3 terjemahan KJV)”.
Ketika manusia mampu melakukan apa yang Tuhan perintahkan yaitu untuk memberi maka Allah tidak akan pernah membiarkan kita hidup dalam kekurangan. Firman Tuhan menerangkan bahwa tidak akan kekurangan ketika manusia mampu memberikan dan menolong sesamanya yang kekurangan.
“Orang yang baik hati akan diberkati, karena ia membagi rezekinya dengan si miskin” (Amsal 22:9).
“Siapa memberi kepada orang miskin tak akan kekurangan, tetapi yang menutup matanya akan dikutuki” (Amsal 28:27).
Kotbah:
Tema: Kekayaan yang sebenarnya dalam hidup ini.
Judul: Pandangan Allah terhadap uang

Ketika muncul pertanyaan “Apakah Allah peduli dengan uang anda?” Jawaban yang tepat ialah “Ya, Dia peduli.”
Apakah uang itu jahat? Tidak, sebenarnya cinta uang yang adalah kejahatan, tetapi memiliki uang bukan suatu kejahatan.
Apakah seorang Kristen harus benar-benar memperhatikan tentang keuangan dalam hidupnya? Ya, 1 dari 5 ayat di Alkitab, berbicara tentang keuangan dan harta.
Saudara yang dikasihi Tuhan, berikut akan saya uraikan 4 point tentang bagaimana pandangan Allah tentang uang.

1.     Cara anda menghabiskan uang anda mencerminkan juga bagaimana cara anda menghabiskan hidup anda.

Tidak usah dibahas bagaimana Allah sangat tertarik terhadap cara kita menjalani hidup ini. Tetapi apakah sebenarnya hidup anda? Hidup anda terdiri dari detik demi detik, menit demi menit, jam, hari, minggu, bulan dan tahun. Anda hanya punya sebanyak itu. Apa yang anda lakukan pada waktu-waktu itu adalah penting bagi Tuhan, karena hal itu mencerminkan bagaimana cara anda menjalani/menghabiskan kehidupan anda.
Karena kebanyakan dari kita menghabiskan waktu kita untuk mencari uang, maka bagaimana cara kita menghabiskan uang adalah mencerminkan bagaimana cara kita menghabiskan hidup kita.

Markus 12
42: Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit.
43: Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan.
44: Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya.”

Perhatikan bagaimana seorang janda mempersembahkan seluruh hidupnya dengan cara mempersembahkan seluruh hartanya.
Berikut ini adalah referensi kisah lain di Alkitab:

Luke 8:43
Adalah seorang perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan dan yang tidak berhasil disembuhkan oleh siapapun.

Di mata Allah, kehidupan dan uang/harta adalah ekivalen/sama. Bagaimana cara anda menghabiskan uang anda adalah mencerminkan bagaimana cara anda menghabiskan hidup anda.
Renungkanlah hal ini. Jika anda bekerja selama satu jam untuk mendapatkan Rp 100.000 lalu pergi ke bar untuk menghabiskan waktu selama satu jam dan menghabiskan Rp 100.000 itu. Sekarang pertanyaannya berapa sebenarnya waktu  kehidupan yang anda pakai di bar? Jawabannya adalah dua jam! Anda menghabis satu jam di bar dan Rp 100.000 yang anda hasilkan dari bekerja selama satu jam.
Dimana dan buat apa anda menghabiskan uang anda adalah menjadi perhatian Allah. Sebab bagaimana anda menghabiskan uang anda adalah sama seperti anda memakai sebagian waktu yang Tuhan beri untuk kita ketika hidup di bumi ini.

2.     Dimana Anda berhata disitu juga hati Anda berada.
Uang sejatinya adalah harta bagi kita. Kita semua bekerja untuk mendapatkannya. Usaha yang kita jalani untuk mendapatkannya dan apa yang bisa kita tukarkan darinya adalah sangat berharga untuk kita.

Matius 6:21
Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.

Dimana anda menaruh uang anda, disitu pulalah hati anda berada. Jika anda memiliki uang di pasar saham, anda akan sangat tertarik dengan apa yang terjadi disana. Hati anda akan berada di pasar saham. Tetapi jika anda tidak punya uang disana, tentu anda tidak akan peduli dengan apa yang sedang terjadi disana.
Jika anda membeli mobil mewah seharga 200 juta rupiah, hati anda akan lebih condong ke mobil itu daripada orang lain yang hanya membeli mobil tua bobrok seharga 20 juta. Reaksi anda ketika mobil anda tergores akan jauh berbeda dengan orang lain tersebut.
Jadi Allah sungguh sangat peduli terhadap dimana harta anda berada, karena disitu jugalah hati anda berada. Jika hati anda ada pada Tuhan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan, maka tidak diragukan lagi maka anda akan bisa memberi kepada Tuhan lebih banyak daripada yang lain.
Apa yang anda cintai, maka waktu anda akan lebih banyak kesana dan anda akan juga berinvestasi kesana. Tuhan tahu hal ini dan Dia juga memperhatikan kemana anda menginvestasikan uang anda.

3.     Allah tidak mencintai uang tetapi Ia tidak membenci uang itu sendiri.
Tuhan tidak benci kepada uang. Tetapi Dia tidak suka jika anda mencintai uang sehingga menempatkan Tuhan dan keluarga anda menjadi tidak lebih penting, ataupun bahkan sampai mau untuk mengorbankan prinsip-prinsip Alkitabiah untuk mendapatkannya.

1 Timotius 6:10
Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.

Karena kita menghabiskan waktu dan kehidupan untuk mencari uang, dan ketika anda mencintai uang itu, efeknya jelas bahwa anda akan mencintai diri anda sendiri lebih daripada yang lain. Hal ini menjadikan kita egois (selfishness) dan serakah karena uang menjadi hal yang sangat kita butuhkan.

Matius 16:25
Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.

Kecintaan anda pada uang akan menyebabkan iman anda jatuh, menempatkan keluarga anda dalam bahaya, dan membuat anda mau untuk melanggar moral dan nilai-nilai hidup untuk sekedar mendapatkannya.

4.     Tuhan memakai uang sebagai standar ukuran untuk melihat apakah anda layak mendapatkan kekayaan yang sesungguhnya.
Tuhan memperhatikan bagaimana dan untuk apa anda menghabiskan uang anda. Jika anda memakai uang anda secara bijaksana, bertanggung jawab, maka Tuhan akan memberkati anda dengan kekayaan yang sesungguhnya dalam hidup.
Jika Tuhan melihat bahwa kita dapat dipercaya dalam hal keuangan, yang mana hal itu mencerminkan kehidupan kita, Tuhan bisa juga mempercayai kita untuk sesuatu yang lebih besar daripada uang.

Lukas 16:10-12
10: “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.
11: Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta yang sesungguhnya?
12: Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain, siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu?

Jadi apakah kekayaan yang sebenarnya dalam hidup ini? Apakah anda tidak ingin pernikahan anda atau anak anda menjadi kekayaan yang sesungguhnya dalam hidup ini?
Mungkin kedekatan dan keintiman dengan Tuhan dapat anda pertimbangkan sebagai kekayaan yang sesungguhnya, sehingga hal yang lebih daripada uang, seperti Cinta kasih, Sukacita, Damai sejahtera akan anda dapatkan, dan sebenarnya hal itulah yang menjadi kekayaan anda sesungguhnya.
Hal-hal ini lebih berharga daripada uang jumlah berapapun, dan uang tidak dapat membeli mereka. Tetapi Tuhan memang memakai uang untuk melihat apakah anda dapat dipercaya untuk menerima harta sesungguhnya ini.
Amin. Tuhan memberkati.

Kotbah :
Tema    : Pemberian kita
Judul   : Pemberian yang menyenangkan hati Tuhan

Menurut Tuhan kita “Adalah terlebih berkat memberi dari pada menerima”. Paulus mengatakan kepada kita di dalam Kisah Rasul 20:35 bahwa Yesus telah menyatakan kebenaran ini selama Ia hidup di atas bumi. Kita tidak memiliki catatan dalam karangan kitab Injil bahwa Ia pernah mengatakan hal ini, tetapi melalui ilham, Paulus mengatakan kepada kita bahwa Yesus mengajarkan prinsip ini. Sesungguhnya adalah suatu hak istimewa yang mulia untuk memberi apa yang kita miliki bagi suatu hal yang baik. Dan sangat menarik bahwa Yesus tahu bagaimana seseorang menerima kebahagiaan. Banyak orang di dunia ini memilih untuk menerima dan mendapatkan semua yang mereka inginkan tanpa pernah mengembalikannya kepada masyarakat atau memberikan sesuatu apapun kepada orang lain atau kepada Allah. Bagaimanapun dalamnya dan kekalnya kebahagiaan, itu tidak akan atau tidak dapat terwujud tanpa memberi sesuatu yang kita miliki.
Disayangkan bahwa beberapa orang hari ini memiliki sikap bahwa memberi kepada gereja adalah suatu kewajiban dan bukan hak istimewa. Beberapa orang akan lebih suka memberi untuk hal-hal di luar gereja dari pada menolong sesama Kristen. Yang lain lebih suka memberi suatu jumlah yang sangat sedikit dan berharap setiap orang berpikir bahwa mereka memberi sesuai dengan apa yang orang itu peroleh. Tetapi tidak ada perbedaannya, berapa banyak atau sedikit yang kita berikan, jika kita ingin memberi dengan cara yang berkenan kepada Allah, maka pertama-tama kita perlu mempersembahkan diri kita kepada Allah. Itu berarti bahwa segala sesuatu yang kita lakukan, kita harus lakukan untuk Allah dan kemuliaanNya. Dengan sikap yang demikian, persembahan kita pada hari pertama dalam minggu itu akan kita berikan sebagaimana mestinya. Tetapi ketika kita tidak mau mempersembahkan diri kita atau membagi sesuatu dari harta milik kita dengan orang lain, maka kita akan menemukan diri kita berada dalam masalah rohani yang dalam. Keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan kita akan jauh dari apa yang Allah tuntut untuk kita lakukan sebagai muridNya. Persembahan kita harus mencakup pengorbanan waktu, energi (tenaga) dan uang kita.
Persembahan-persembahan kita adalah sangat bersifat pribadi, tetapi tidak rahasia. Allah tahu hati kita, dan Ia akan menyatakan terang-terangan sikap kita pada hari penghakiman, apakah itu baik atau buruk. Dengan kata lain hal itu bukan suatu rahasia. Ketika orang tidak ingin memberi kepada Allah, mereka akan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang mendemonstrasikan ketidak-inginan mereka untuk membagi barang-barang dunia ini dengan orang lain. Kita mungkin berpikir haruskah kita memberi hanya sedikit kepada Tuhan, karena Allah dan orang lain tidak mengetahuinya, tetapi tindakan-tindakan kita terhadap kekayaan materi dan hal-hal yang lain dapat dan akan terlihat. Biasanya, saudara-saudara yang tidak ingin memberi kepada Allah tidak akan mempraktekkan kekristenan kecuali apabila hal itu adalah apa yang mereka inginkan.
Raja Daud perlu mempersembahkan korban kepada Allah dalam 2 Samuel 24 dan sahabat Daud, Araunah menawarkan dengan cuma-cuma kepada Daud, tempat untuk mempersembahkan korban dan binatang-binatang yang harus dikorbankan. Tetapi Daud mengetahui bahwa persembahan atau korbannya tidak akan berkenan kepada Allah jika dia “tidak membayar apa-apa” (2 Samuel 24:24). Sikapnya terhadap Allah dapat dilihat dari tindakan-tindakannya.
Ada seorang janda miskin pada zaman Yesus yang memasukkan dua peser ke dalam peti persembahan di bait Allah. Markus mencatat dalam kitab Markus 12:41-44, bahwa Yesus lebih menghormati persembahan janda miskin itu dari pada persembahan orang kaya yang memasukkan banyak uang ke dalam peti persembahan itu. Mengapa? Prinsipnya dapat terlihat dengan jelas disini. Apa yang kita persembahkan kepada Allah menyatakan sikap kita terhadap Allah. Allah mengetahui hati (sikap) kita terhadapNya berdasarkan atas berapa banyak yang kita berikan dari waktu, energi dan uang kita. Jika kita mempersembahkan diri kita sebagaimana hal itu adalah suatu korban yang semestinya bagi kita, Allah tahu kita mengasihiNya, tetapi jika kita mempersembahkan sisa dari yang kita peroleh, maka Allah juga tahu hati kita. Dan Ia tahu bahwa kita hanya memberi sesuatu yang bersifat kewajiban. Janda miskin memberikan seluruh nafkahnya, orang kaya memberikan apa yang tersisa setelah mereka terlebih dulu menggunakan sebagian besar dari uang itu untuk diri mereka sendiri.
Yang manakah Anda? Apakah Anda seperti seorang janda miskin atau orang kaya? Ingatlah bahwa Abraham mempersembahkan putranya, Ishak kepada Allah. Maukah Anda dengan rela melakukan itu?
Di Yerusalem, ketika gereja mula-mula berdiri, anggota-anggota gereja saling berbagi harta milik mereka satu sama lain. Mereka memberikan harta milik mereka supaya anggota-anggota dapat terus dikuatkan dalam pengajaran dan orang-orang sesat dapat mendengar Injil, dan mereka melakukan hal itu dengan suka-rela. Allah maupun rasul-rasul tidak menuntut supaya mereka memberikan seluruh harta milik mereka demi kebaikan dalam gereja, tetapi mereka melakukannya. Sikap mereka yang mendorong mereka melakukan hal ini. Tolong perhatikan Kisah Rasul 4:31-37.
Kita semua telah membaca kisah tentang Ananias dan Safira di dalam Kisah Rasul 5:1-10. Mereka seperti halnya semua anggota gereja di Yerusalem, memiliki kesempatan baik yang sama untuk memberi. Mereka menyatakan sikap mereka ketika mereka berbohong mengenai persembahan mereka. Ananias dan Safira ingin agar anggota-anggota yang lain dan para rasul berpikir bahwa mereka mengasihi gereja sama seperti anggota-anggota lain, tetapi sikap mereka bukanlah kasih terhadap gereja. Mereka lebih mengasihi hal-hal materi dari pada kasih untuk mengikuti Allah. Seseorang melanggar Firman Allah dengan berbohong, dan itu membuktikan bahwa sikapnya tidak menghormati Allah dan FirmanNya.
Paulus menulis tentang persembahan suka-rela yang diberikan oleh saudara-saudara dari Makedonia. Mereka memberi lebih dari pada yang dia harapkan. Dia tahu mereka miskin, tetapi mereka memberi melampaui kemampuan mereka, menurut Paulus dalam 2 Korintus 8:3. Dengan kata lain, mereka memberi hingga itu melukai mereka secara finansial. Sudah pernahkah Anda melakukan itu? Bagaimanakah seseorang dapat mengorbankan begitu banyak uang yang mereka sendiri tidak tahu apakah mereka akan mempunyai cukup uang untuk membeli makanan? Persembahan seperti itu datang dari sikap kasih kepada Alah di atas segalanya. Jika seseorang mempersembahkan dirinya kepada Allah, maka orang itu akan rela mengorbankan berapapun jumlah uang yang dibutuhkan untuk mendukung pekerjaan Kristus. Mempersembahkan diri kita kepada Allah berarti kita menerima fakta bahwa segala hal mengenai saya dan segala sesuatu yang saya miliki adalah milik Allah dan harus digunakan untuk memuliakan Dia.
Beberapa anggota jemaat memberi seperti orang kaya yang memberi persembahan dalam Markus 12:41, 42. Mereka menghabiskan uang mereka untuk apa saja yang membuat mereka senang, dan jika mereka memiliki sisa dari uang itu, barulah Allah akan menerima sebagian. Apakah ini yang dinamakan mengutamakan Allah? Ingatlah perkataan Tuhan kita, “Carilah dahulu kerajaan Allah ....” (Matius 6:33). Ketika kita memberi persembahan kepada Allah dengan apa yang tersisa dari kelimpahan kita, apakah ini mendemonstrasikan sikap kasih terhadap Allah? Atau apakah ini mendemonstrasikan suatu sikap bahwa kita memberi karena kewajiban?
Anda tidak dapat menyembunyikan sikap dan perasaan Anda tentang Allah dan kerajaanNya dari Allah sendiri dan saudara-saudara yang lain. Karena persembahan Anda akan mengatakan siapa Anda. Persembahan Anda akan mengatakan kepada Allah dan orang lain apa yang sesungguhnya Anda pikirkan tentang hal-hal rohani.
Ingatlah, “Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2 Korintus 9:6, 7).
Kebahagiaan yang besar datang karena memberi, bukan karena menerima. Jadi mari kita belajar untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan kita dengan memberikan dari ketulusan hati kita. Selamat memberi. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Peti persembahan
Pada jaman itu, peti persembahan diletakkan di luar pintu masuk bait Allah, yang sebenarnya diperuntukkan untuk orang-orang miskin (seperti kotak amal). Dan biasanya yang memasukkan uang ke dalam kotak itu adalah orang-orang kaya, mereka memberi amal bagi orang-orang miskin, dan itu wajar. Namun, nats ini memberi suatu gambaran yang berbeda dimana seorang janda miskin juga memasukkan uang ke kotak itu yang notabenya  janda miskin inilah yang menerima hasil pengumpulan uang dalam kotak tersebut.
Memperhatikan
Memperhatikan adalah melihat dan mengamati apa yang menjadi fokus penglihatannya. Yesus memperhatikan orang – orang yang memasukkan persembahannya kedalam peti persembahan, berarti Yesus mengamati penampilan, dan jumlah uang yang orang – orang tersebut masukkan ke dalam peti persembahan.
Lebih dalam dari pada itu sebenarnya Yesus melihat sikap hati orang – orang yang memberikan persembahan tersebut. Yesus mampu menilai orang yang memberikan dengan ketulusan hati dan orang yang memberikan dengan hanya sekedar sebagai kebiasaan belaka. Dan Ia memuji ketulusan janda miskin yang pada waktu itu mempersembahkan dua peser yang merupakan seluruh nafkah janda ini. Janda ini mempersembahkan seluruh harta yang Ia punyai untuk Allah dan itu yang Yesus berikan reword atau penghargaan tinggi.
Orang kaya
Orang yang disebut kaya disini mengandung pengertian orang yang memiliki harta banyak, budak, ladang, rumah, ternak, pakaian bagus, dan persembahan yang banyak pula. Kaya disini dinilai dari apa yang orang – orang lihat dalam pemandangan didepan mata mereka bukan apa yang sesungguhnya ada didalam hati.
Berikut adalah daftar orang – orang terkaya di Indonesia versi Forbes 2011:
1. Michael Hartono, 71, US$5 miliar rokok dan perbankan
2. R. Budi Hartono, 70 tahun, US$5 miliar rokok dan perbankan
3. Low Tuck Kwong, 62, US$3.6 miliar batu bara
4. Martua Sitorus, 51, US $2.7 miliar kelapa sawit
5. Peter Sondakh, 59, US$2.4 miliar investasi
6. Sri Prakash Lohia, 58, US$2.1 miliar polyester
7. Kiki Barki, 71, US$2 miliar batu bara
8.  Sukanto Tanoto, 61, US$1.9 miliar beragam
9. Edwin Soeryadjaya, 62, US$1.6 miliar batu bara
10. Garibaldi Thohir, 45, US$1.5 miliar batu bara[9]
Jumlah yang besar
Jumlah yang besar adalah berbicara mengenai nilai yang besar. Nilai disini adalah hal apa yang telah dikorbankan oleh seseorang untuk rela memberikan. Akan lebih sulit orang kaya untuk mempersembahkan hartanya yang sangat banyak dari pada orang miskin yang hanya memiliki sedikit harta. Hanya ada dua pilihan pada janda yang mempersembahkan saat itu yaitu uang yang ada padanya itu ia gunakan untuk kebutuhan makannya satu hari itu atau ia berikan untuk persembahan dan resikonya adalah ia menanggung kelaparan. Nampaknya  janda ini memiliki iman yang besar sehingga ia merelakan seluruh nafkah yang ia punyai untuk dipersembahkan.  Mengingat bahwa persembahan yang ada dalam peti persembahan tersebut adalah diperuntukkan bagi janda – janda miskin dan orang – orang miskin lainnya. Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa janda miskin yang mempersembahkan nafkahnya ini memiliki jiwa sosial atau kepedulian sosial yang tinggi bagi orang – orang lain yang mengalami nasib sama seperti dirinya.
Allah memberikan kepada kita dalam jumlah yang besar dan Allah mengharapkan kita juga mempersembahkan apa yang kita dapat dari-Nya itu sesuai dengan ketulusan hati. Allah mengajarkan supaya dengan berkat yang besar kita juga mampu mempersembahkan sesuai dengan kemampuan dan kemaksimalan yang kita mampu. Dengan demikian ketulusan seseorang dalam mempersembahkan adalah hal yang penting dalam memberikan persembahan. Sebenarnya esensi dari pengajaran Yesus tentang persembahan janda miskin ini ialah bukan jumlah persembahannya namun hati yang tulus mempersembahkan.
Ayat 42
ITB :  Lalu datanglah seorang janda yang miskin dan ia memasukkan dua peser, yaitu satu duit. 
BIS : Lalu seorang janda yang miskin datang juga. Ia memasukkan dua uang tembaga, yaitu uang receh yang terkecil nilainya.
KJV : And there came a certain poor widow, and she threw in two mites, which make a farthing.
NAS :  And a poor widow came and put in two small copper coins, which amount to a cent.
GNT : kai. evlqou/sa mi,a ch,ra ptwch. e;balen lepta. du,o( o[ evstin kodra,nthjÅ
Seorang janda
Arti kata janda menurut kamus bahasa Indonesia ialah wanita yang tidak bersuami lagi karena bercerai ataupun karena ditinggal mati suaminya. Menurut adat Yerusalem janda dapat dibedakan tiga macam: janda yang tak perlu ditolong oleh jemaat sebab mereka masih mempunyai kaum kerabat, 1 Timotius 4:4; janda yang perlu dibantu oleh jemaat, oleh karena benar-benar janda seorang diri di dunia, 1 Timotius 3,4,6; janda yang entah ditolong atau tidak oleh jemaat, dipanggil untuk menunaikan tugas resmi dalam jemaat, asal mereka memenuhi syarat-syarat yang agak keras, 1 Timtius 5: 7-19.
Seorang janda yang tak mempunyai anak dibolehkan kawin dengan saudara suaminya yang telah meninggal, atau dengan seorang sanak saudara sang suami almarhum untuk mempertahankan nama keluarga dan warisan, Ulangan 5: 5-10. seorang imam tidak dibolehkan kawin dengan seorang perempuan janda. Imamat 21:14.
 Dalam tradisi Yahudi, yang didominasi laki-laki, maka kedudukan perempuan ada dibawahnya. Apalagi janda, mereka termasuk perempuan tidak berdaya. Jarang ada laki-laki yang mau menikahinya karena bila mendapatkan keturunan maka anak tersebut justru meneruskan garis keturunan almarhum suaminya, bukan menjadi anak dari suami barunya. Bahkan bisa dikatakan pembawa sial karena dianggap membawa kematian bagi suami. Maka kalau dalam bacaan lalu orang Saduki menanyakan posisi laki-laki yang mengawini seorang perempuan dan selalu mati, secara tidak langsung menghakimi bahwa perempuan tersebut pembawa sial karena membut para laki-laki tidak jelas statusnya.
Status diberkati Allah juga dinyatakan dengan ‘keberadaan’ harta duniawi dalam tradisi Yahudi. Mereka yang kaya saluran berkat Allah mengalir (Ulangan 28). Sehingga orang miskin dinyatakan terkutuk, tidak mendapat berkat Yahwe. Sehingga kedudukan orang miskin adalah paling belakang dalam pandangan orang Yahudi.
Setelah sekian lama dan hampir setiap kali Yesus mengajar dan memberitakan
Injil-Nya, di Bait Allah, kali ini Yesus mengamati orang-orang yang
memasukkan persembahan di peti persembahan (1). Orang-orang kaya memasukkan
persembahan mereka. Kemudian seorang janda miskin memasukkan juga
persembahannya, yang hanya berjumlah dua peser. Jumlah yang sangat minim
bila dibandingkan dengan persembahan orang-orang kaya. Inilah kemudian yang
di komentari oleh Yesus. Jika dikaitkan dengan perikop sebelumnya,
dicantumkan bahwa ahli-ahli Taurat menelan janda-janda, artinya mereka tega
menekan kehidupan janda-janda yang miskin, tetapi janda miskin yang berada
di Bait Allah itu mempersembahkan apa yang terbaik yang ia punyai, yaitu
seluruh miliknya (4). Ia memberikan tanpa rasa khawatir akan kehabisan uang
untuk membiayai hidupnya sepulang dari Bait Allah. Sungguh suatu kontras:
janda miskin memberi dari kekurangannya, orang-orang kaya memberi dari
kelebihannya. Janda miskin memberikan seluruh miliknya meski hanya berjumlah
dua peser, orang-orang kaya itu memberikan sebagian kecil saja dari
miliknya, walau jumlahnya lebih besar dari jumlah persembahan si janda.
Maka Yesus menyorot hati manusia lebih dalam ketika memberikan persembahankepada Tuhan. Bagi orang yang berkelimpahan, tentu tidak sulit memberi dalam jumlah banyak, karena itu masih sebagian kecil dari milik mereka. Persoalan akan jadi berbeda, ketika orang hanya memiliki sedikit harta. Apakah masih bersedia memberi dalam jumlah banyak? Namun tidak tertarik pada jumlah persembahan yang kita beri. Dia lebih tertarik pada motivasi hati yang mendorong persembahan tersebut. Mari kita belajar untuk memberi persembahan tanpa hitung-hitungan, tetapi dengan tulus sebagai ucapan syukur atas berkat dan pemeliharaan Tuhan.
Pandangan Alkitab terhadap janda adalah secara umum para janda berada pada posisi orang-orang lemah yang patut di lindungi Dalam PL ada beberapa hal penting yang menyinggung tentang kepedulian terhadap janda, yaitu :
1.      Disejajarkan dengan orang-orang yang tidak mampu (Kel 22 : 22).
2.      Layak mendapat perlindungan (Ulangan 10 : 18) dan penghiburan (Ayub 29 : 13).
3.      Allah adalah pelindung dan pembela para janda (Maz 68 : 6 ; Amsal 15 : 25).
Dalam PB dapat kita lihat seperti dibawah ini :
1.      Para janda tidak bisa diabaikan (Kis 6 : 1)
2.      Para janda harus dihormati dan layak mendapat kunjungan (I Timotius 5:3; Yak 1 : 27).
3.      Janda itu sendiri wajib menjaga kehormatan dan kekudusan dirinya (I Tim 5 : 14 )
Tuhan Yesus sendiri menegor orang-orang munafik dan tindakan yang tak terpuji dari orang Farisi karena menelan rumah janda-janda, dengan berpakaian kehormatan mereka mengambil keuntungan dari kelemahan para janda dan tidak mampu memberikan perlindungan (Mark 12 : 40). Mereka mengelabui mata orang dengan doa yang panjang tetapi hatinya jahat. Yesus mengangkat topik "janda miskin yang tulus hati” datang kerumah Tuhan membawa persembahan. Dalam penglihatan Yesus "janda" itu sendirian saja mempersembahkan seluruh miliknya kepada Allah Dia yakin akan campur tangan Allah yang terus menerus memelihara hidupnya. Allah yang diyakininya mampu memberikan perlindungan kepadanya Janda itu tidak menjadikan "kemiskinannya” menjadi alasan untuk menghentikan langkahnya datang ke rumah Tuhan membawa persembahan. Menurut pengamatan Yesus persembahan sebesar 2 peser (Yun : Lepta, mata uang tembaga yang paling kecil nilainya), jauh lebih berharga dari pada semua uang yang dimasukkan kedalam peti persembahan.
Hal sepatutnya diperoleh seorang janda dari masyarakat di sekitamya adalah seorang janda dalam lingkungan masyarakat dimana dia tinggal, tidak selamanya dikategorikan miskin, sebab adakalanya penghasilan seorang janda karena ketrampilan yang dimiliki menjadikan kehidupannya lebih sejahtera dari keluarga yang masih utuh (suami-isteri yang masih lengkap). Justru para janda yang sudah lama ditinggal suami banyak diantara mereka mengalami pertolongan Tuhan yang luar biasa karena keteguhan hatinya yang selalu berserah kepada Tuhan. Demikian juga janda yang ditinggal suami dalam keadaan terhitung mampu, namun demikian para janda wajib dilindungi.
Kesejahteraan hidup seorang janda tidak hanya dilihat dari kepemilikan barang-barang dunia (wujud bendawi) saja, sebab dengan memiliki semuanya itu bukan berarti seorang janda bebas dari ancaman kejahatan dan penderitaan, Paulus menyarankan para janda “yang benar-benar" (janda yang tidak punya sanak saudara) harus giat dan mantap dalam kewajiban-kewajiban gereja, wajib diberi tugas khusus dan menjadi tanggung jawab gereja. Daftar janda harus dibuat, yang didaftarkan hanya mereka yang berusia 60 tahun dan telah terbukti bekerja dengan baik, misalnya : mengasuh anak, bersedia memberi tumpangan dan menolong saudara seiman yang kesusahan (1 Tim. 5:9- 10). Secara garis besarnya kita sudah melihat penderitaan para janda yang hidup miskin maupun yang tergolong dalam kategori keluarga mampu, namun demikian penderitaan yang mereka alami tetap saja ada, untuk itu disarankan dari pihak gereja dan masyarakat setempat harus memberikan simpati dan perlindungan. Beberapa alasan ini sangat mendukung seorang janda miskin tidak wajib membawa persembahan kerumah Tuhan sebab mereka adalah tanggungan Gereja. Tetapi ketulusan seorang janda miskin yang membawa persembahan senilai “dua peser" mendapat nilai tertinggi dimata Tuhan Yesus dibandingkan dengan semua persembahan yang ada dalam tempat persembahan dirumah Tuhan.
Di Indonesia, perempuan telah diakui hak asasi manusianya yang disejajarkan dengan hak laki – laki. Namun tidak ada definisi tunggal dan jelas tentang hak asasi manusia karena konsep hak  asasi sendiri selalu berkembang terus dan tidak statis. Dalam pasal 1 (3) Piagam PBB yang mengatakan bahwa tujuan organisasi ini ialah untuk mempromosikan hak asasi dan kebebasan – kebebasan fundamental manusia, namun Piagam ini tidak mendefinisikan mengenai arti hak asasi manusia itu. Demikian juga dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia 1948 (yang dikenal pula sebagai International Customary Law) tidak mendefinisikan tentang hak asasi manusia itu kecuali hanya menjamin dalam Deklarasi tersebut. Haal yang sama juga terjadi dalam Konvenan – konvenan Internasional yang dikeluarkan PBB kemudian.[10]
Sama halnya dengan definisi hak asasi manusia, maka tidak ada referensi khusus yang dapat diacu bagi hak – hak perempuuan baik dalam Deklarasi, Konvenan Hak Sipil dan Politik maupun Konvenan Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Hampir semua instrumen tersebut secara implicit memasukkan perempuan pada konteks persamaan (equality). Pendekatan ini  disebut sebbagai pendekatan Unisex.[11]
Konsepsi unisex hak asasi manusia ini mengasumsikan bahwa laki – laki dan perempuan mempunyai aspirasi yang sama tentang hak dan kebebasan fundamentalnya dan tidak ada sesuatu yang unik diantara keduanya. To be continue..

Bahan Kotbah:
Tema: Berserah kepada Tuhan, Kamu Akan Ditolong-Nya
Nats: Markus 12:41-44

Dalam tayanyan salah satu TV suasta tanggal 28 Februari 2011 mengenai acara “Tolong”. Memperlihatkan hal yang sangat menggelitik. Pertama seorang anak mendatangi tempat-tempat ramai meminta bantuan dengan membawa tempat amal. Ia mendekati orang-orang yang “mampu” (karena mempunyai kenderaan sepeda motor, mobil, berpaain bagus), namun tak seorang pun yang memberikan. Akhir dari tayangan tersebut, anak tersebut bertemu dengan seorang ibu setengah tua pemulung dengan seorang anak yang kecil digendong. Ketika diminta pertolongannya, ternyata ibu itu merespons dan memberikan uang yang ada padanya. Dan akhirnya kru RCTI memberi hadiah.
Dari ilustrasi diatas dapat kita lihat bahwa terkadang orang yang lemah (miskin) lebih memiliki sikap kepedulian yang lebih besar dari pada orang yang kaya atau berkecukupan.
Sebagai orang yang sudah menerima anugerah sudah selayaknya meberikan persembahaan sebagai ungkapan rasa syukur. Umat Isarel adalah bangsa yang mendapat anugerah menjadi bangsa pilihan. Bangsa yang sangat mengenal sejarahnya “bisa hidup di tanah kanaan hanya oleh karena kasih anugerah Tuhan.” Itu dapat kita pelajari dari pengalaman bangsa ini keluar dari tanah Mesir .
Memberikan persembahan merupakan suatu “hakekat” orang Isarel, sehingga di rumah-rumah ibadah disiapkanlah peti persembahan. Bagi kalangan tertentu di Israel memberikan persembahan merupakan hal yang biasa, sehingga sudah kehilangan makna sesungguhnya persembahan tersebut, bahakan ada yang memberi persembahan utuk mencari pengakuan bahwa dia orang yang benar, saleh, dermawan, orang berada dan lain sebagainya. Ada banyak orang yang memberikan persembahan dengan motivasi yang berbeda dari ungkapan iman.
Ayat 41-43 menjelaskan bahwa Yesus memperhatikan dan menilai setiap orang yang memberikan persembahan. Penilaian Yesus tentang persembahan itu bukan berdasarkan “jumlah persembahan (banyak atau sedikit)” tetapi motivasi. Ketika kita memberikan persembahan Yesus memperhatikan suasana hati kita, motivasi, cara memberikan persembahan. Banyak orang yang neranggapan kalau dia memberikan persembahan dalam jumlah yang banyak sudah pasti berkenan di mata Tuhan. Sehingga Yesus mengatkan kepada murid-murid-Nya bahwa persembahan janda miskin itu lebih banyak dari semua yang memasukkan uang kedalam peti persembahan.
Sedangkan ayat 44 Merupakan alasan bagi Yesus mengatakan bahwa persembahan janda itu lebih banyak daripada persembahan orang kayak arena “Mereka memberi dari kelebihannya tetapi janda miskin memberi dari kekurangnnya, semua yang ada padanya adalah selutuh nafkahnya” Janda miskin ini memberikan persembahan dari “semua” yang dia miliki. Dia memberikan 2 peser, artinya jika dia mau memberikan lebih sedikit masih bisa dia lakukan, dia bisa memberikan 1 peser, tetapi bukan itu yang dia lakukan di memberikan seluruh yang dia miliki, sehingga Yesus mengatakan persembahan janda itu jauh lebih banyak dari persembahan orang lain yang hanya mempersembahakan sesuatu dari kelimpahannya. Beberapa hal yang kita pelajari dari kisah persembahan janda miskin ini ialah:
(1) Janda miskin itu telah memberikan seluruh nafkahnya, itu adalah merupakan gambaran bahwa dia sudah “melepaskan diri dari ketergantungan terhadap uangnya” dan sungguh-sungguh menyerahkan dirinya kepada pemeliharaan Tuhan. Mungkin ini adalah tegoran bagi semua umat manusia yang sering memberikan persembahan tetapi sebenarnaya bukan menggantungkan diri kepada Tuhan. Menggantungkan rasa aman dan tentram “deposito”, sehingga kita juga sering memberi persembahan “sesuatu” dari kelimpahan kita
(2) Janda miskin itu memberikan persembahan sebagai “korban” karena tidak ada lagi uang padanya utnuk membeli makanan pada hari itu. Tetapi bagi orang kaya belum menjadi “korban” walaupun dia memberi banyak, karena dari sisi uangnya dia masih bisa makan di “restoran-restoran” mewah.
(3) Janda miskin itu menggantungkan (menyerahkan) hidupnya kebawah pemeliharaan Tuhan walupun dia tidak memiliki apa-apa dia tidak merasa khawatir, karena dia memiliki Tuhan yang akan menolongnya.
(4) Siapa yang menyumbangkan banyak dari miliknya yang banyak ia berbuat baik, tetapi apa yang dilakukan oleh janda miskin adalah lebih baik. Alberto Hurtado i Chili :”berikanlah, sampai itu menyakitkan”. jadi memberikan persembahan yang benar bukan dalam “zona aman” tetapi sampai kedalam pergumulan yang teramat dalam sehingga bersamaan dengan persembahan itu kita menyerahkan hidup kita pada pemeliharaan Tuhan dan terus pengahrapkan pertolongan-Nya.
(5) Hindarilah kemunafikan ketika kita memberikan persembahan, karena Tuhan menilai hati kita bukan jumlah persembahan kita, bencilah kejahatan.
(6) Tuhan akan menolong orang yang berserah kepada-Nya, oleh karena itu jangan takut, tidak ada orang yang bertambah miskin karena memberikan persembahan kepada Tuhan.
Oleh sebab itu mari kita bersama belajar untuk memberi kepada yang membutuhkan dan juga memberikan kepada Tuhan apa yang menjadi hak-Nya Allah. Dengan demikian kehidupan kita akan menjadi lebih baik dan bertumbuh kearah yang lebih positif. Ingat Allah selalu memperhitungkan apa yang kita kerjakan bahkan apa yang kita berikan kepada-Nya dan Ia akan mengembalikan kepada kita apa yang menjadi hak kita sebagai anak – anak-Nya. Amin. Tuhan Yesus Memberkati.

Bahan Kotbah:
Tema: Peduli pada yang lemah
Nats: I Tim 5:3-6

Saat ini kita hidup di jaman teknologi yang membawa suatu pesan tersendiri dalam kehidupan masyarakat, yaitu efektif dan efisien. Orang mengupayakan bagaimana suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien. Hal ini membuat seseorang kemudian akan memilah-milah mana pekerjaan yang penting, yang memiliki potensi, serta menghasilkan keuntungan atau memiliki prospek tertentu. Tidak salah kita ingin waktu dan tenaga kita yang terbatas serta pikiran kita yang juga tidak tanpa batas, digunakan dengan efektif dan efisien, sehingga menghasilkan buah pelayanan yang maksimal.  Namun bagaimana dengan bidang pelayanan yang kita lihat sepertinya tidak penting serta tidak mempunyai potensi untuk dikembangkan? Atau orang-orang yang terbatas potensinya, seperti janda-janda dalam bacaan kita tadi. Bagaimana kita melihatnya dan menyikapinya?
Suatu hal yang menarik tampak dalam perikop yang kita renungkan bersama di hari ini. Paulus, seorang rasul besar, mengajar Timotius, seorang gembala di kota besar, agar dapat mengurus jemaat dengan baik. Dalam menggembalakan jemaat, tidak saja ia harus memperhatikan bagaimana memilih dan membentuk pemimpin jemaat, orang-orang muda dan dewasa, namun juga janda-janda. Tentang janda-janda ini tidak hanya disebutkan secara sekilas namun diulas secara panjang lebar, walaupun nampaknya pelayanan ini tidak potensial. Hal apakah yang Paulus ingin ajarkan? 
Yang pertama, apakah yang dimaksud dengan ‘janda’ di sini? (Yang ditegaskan dengan kalimat ‘janda-janda yang benar-benar janda-janda’.) 
Memang kata “janda” memiliki pengertian dasar seorang wanita yang hidup tanpa suami. Namun seorang janda yang benar-benar janda bukan sekedar seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, namun dimengerti sebagai seorang yang sendiri, yang mengindikasikan bahwa tidak ada seorang yang dapat menolong dia.
Pada jaman itu, janda-janda berada dalam posisi sangat sulit karena pekerjaan bagi seorang wanita tidak dengan mudah tersedia. Mungkin beberapa di antara mereka dapat menerima pertolongan melalui keluarga atau teman-temannya, tetapi banyak yang hidup dalam kemiskinan, karena tidak menerima warisan. Mereka hidup tanpa pensiun, tidak ada jaminan sosial, tidak ada asuransi jiwa dan sedikit penghargaan bagi wanita yang bekerja, sehingga janda-janda biasanya tidak dapat mensuport diri mereka sendiri.
Tidak hanya demikian, Paulus menambahkan bahwa seorang janda yang benar-benar janda itu juga memiliki pengertian bahwa:
-             Ia ditinggalkan seorang diri dan
-             Ia percaya kepada Allah
-             Ia mengasihi Allah.
Bukan janda yang hidup mewah (mampu mencukupi kebutuhannya sendiri) dan berlebih-lebihan, yaitu janda memiliki harta namun yang hidup bagi dirinya sendiri.
Hal yang kedua adalah bahwa kepada janda-janda yang seperti itulah Paulus memerintahkan kepada Timotius untuk melakukan sesuatu, yaitu hormatilah. Kata ini dalam terjemahan yang lain memiliki pengertian memberi penghargaan yang pantas/ tepat.
Janda-janda (bersama dengan orang asing dan anak yatim) sejak jaman PL telah mendapat perhatian khusus bahkan oleh Allah sendiri, dikatakan: TUHAN, Allah segala allah dan Tuhan segala tuhan, yang besar dan dahsyat itu membela hak anak yatim dan janda. (Ul. 10:17) Dan pembelaan-Nya itu dinyatakan dalam hukumNya: Tuhan melarang orang Israel untuk mengambil pakaian seorang janda sebagai gadai (Ul. 24:17).
Bahkan ketika orang Israel menuai ladangnya, lalu terlupa seberkas di ladang, mereka tidak boleh mengambilnya. Atau ketika mereka memetik buah pohon zaitun, dengan memukul-mukulnya atau menggoyang-goyangkannya, mereka tidak boleh memeriksa dahan-dahannya sekali lagi. Karena itu bagian dari orang asing, anak yatim dan janda. (Ul. 24:19-21).
Perpuluhan yang mereka persembahkan, itu harus diberikan tidak hanya bagi orang Lewi, tetapi juga orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka menjadi kenyang. (Ul. 26:12) Juga dalam Mazmur 68:5 dikatakan bahwa Allah itu Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda.
Dalam jaman Perjanjian Baru, hal ini juga berlaku. Tuhan Yesus memberikan perhatian kepada para janda. Ia membangkitkan anak seorang janda (Luk. 7: 11-12). Bahkan  Ia menegur ahli-ahli Taurat dan orang Farisi, mereka dikatakan menelan rumah janda-janda (Mat. 23:14).
Kebiasaan memperhatikan janda-janda ini diteruskan pada jaman gereja mula-mula yang tampak dalam Kisah 6:1 – Dikatakan bahwa kedua belas rasul itu tidak merasa puas, karena melalaikan firman Allah dalam hal melayani kebutuhan jasmani janda-janda. Sehingga mereka memilih 7 orang secara khusus untuk melayani.
Rasul Yakobus bahkan mengatakan bahwa mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka merupakan ibadah yang murni dan tak bercacat di hadapan Allah (Yak 1:27). Dari sini kita melihat bahwa perintah Paulus ini bukanlah suatu perintah yang baru. Dari Perjanjian Lama sampai pada jaman Rasul-rasul pelayanan itu tetap dilakukan. (Menjadi pertanyaan, apakah sekarang masih mendapat perhatian?) Apa yang dikatakan oleh Paulus adalah kehendak Allah dan Timotius sebagai gembala jemaat tidak boleh mengabaikannya.
Kata Hormatilah yang bernada perintah ini nampak dipengaruhi dengan penggunaannya dalam perintah ke lima (dalam 10 perintah Allah). Sebagai perbandingan untuk memahami hal ini, kita melihat saat Tuhan Yesus menegur orang Farisi dan Ahli Taurat. Orang-orang Farisi dan Ahli-ahli Taurat yang mengerti Firman Allah untuk menghormati ayahnya dan ibunya, namun mereka dengan alasan bahwa uang mereka digunakan untuk persembahan kepada Allah, mereka tidak memelihara orang tuanya (Mat. 15:4-6). Karena itu sebagaimana Yesus menunjukkan bahwa perintah untuk menghormati orang tua termasuk di dalamnya memberi bantuan materi, maka kata hormatilah di sini juga memiliki pengertian tidak hanya sekedar sikap ‘respek’, namun termasuk dukungan materi juga.
Kepada janda-janda itu gereja harus memberi bantuan. Komunitas Kristen harus memperhatikan  janda-janda yang memerlukan dukungan tersebut. Namun yang pertama harus dilakukan oleh Timotius adalah mengajar keluarga janda itu untuk memperhatikan orang tua atau nenek mereka, karena itu adalah hal yang seharusnya mereka lakukan. Sehingga gereja dapat membantu yang benar-benar kekuarangan. Tanggung jawab sebagai anggota keluarga begitu serius sehingga orang yang tidak melakukannya dikatakan murtad, yang dalam hal ini memiliki pengertian bahwa ia menyangkali pengajaran Kristen. Orang itu tidak hanya gagal untuk melakukan ajaran Kristen tetapi ia menyangkalinya, dan dikatakan ia lebih buruk dari orang yang tidak beriman. Mereka yang seperti ini dikatakan oleh Tuhan Yesus sebagai orang munafik, mereka memuliakan Allah dengan bibirnya tetapi hatinya jauh dari padaku. Sedangkan mereka yang melakukannya dikatakan berkenan kepada Allah.
Perbuatan itu tidak hanya karena ikatan keluarga namun juga sebagai suatu perbuatan yang menyatakan perhatian dan kasih Allah yang ada di dalam dirinya. Semua kita disini pasti merupakan bagian dari suatu keluarga, apakah kita saat ini sedang melakukan yang berkenan kepada Allah itu? Ataukah seperti orang Farisi dan Ahli Taurat yang munafik, dengan segala macam alasan yang kita buat untuk lari dari tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada kita?
Yang ketiga, Paulus juga menegaskan bahwa janda-janda itu juga dituntut dengan suatu kehidupan Kristen yang benar dan memberikan hidupnya untuk melayani.
Istilah ‘janda’ dalam ayat 9, bukan berarti janda biasa, yang sekedar menerima bantuan materiil dari jemaat. Kata didaftarkan menunjukkan bahwa janda-janda ini adalah golongan orang tertentu, yang  menerima tugas khusus dalam jemaat. Tugas mereka adalah membantu para penilik jemaat dan diaken-diaken, karena itu kepada mereka juga dikenakan syarat-syarat yang tidak mudah. Tidak hanya pembatasan dalam usia yang menyatakan pengalaman hidup mereka, tetapi juga bagaimana perbuatan mereka: mengasuh anak, memberi tumpangan, membasuh kaki, menolong orang yang hidup dalam kesesakan – pendeknya mereka menggunakan segala kesempatan untuk berbuat baik. Mereka juga dituntut untuk melayani dan mengasihi Tuhan.  Tanggung jawab melayani bukan hanya milik penatua dan diaken, tetapi juga janda-janda – organ yang tampak lemah dalam gereja. Mereka tidak hanya menuntut gereja untuk memperoleh bantuan, tetapi juga dituntut oleh gereja untuk melayani Tuhan dan hidup bertumbuh dalam kebenaran. 
Apakah yang dapat kita pelajari dari sini?
Di keluarga kita dan di tengah-tengah orang yang kita layani, akan kita temukan tipe seperti ini. Seorang yang lemah dan tersisih, yang mungkin tidak memiliki potensi besar. Namun:
-          Tuhan menghendaki kita memperhatikan orang-orang yang lemah.
Paulus sebagai seorang Rasul besar memberi nasihat kepada Timotius untuk memperhatikan janda-janda. Suatu pelayanan yang kadang dipandang sebelah mata. Paulus tidak saja melihat Timotius tetapi ia juga melihat orang-orang yang dilayani oleh Timotius. Sebagaimana Kristus, Paulus tidak hanya melihat pekerjanya tetapi ia juga melihat ladangnya Ia memperhatikan kebutuhan jiwa bukan cuma sekedar program pelayanan. (Tanpa kita sadari, pelayanan yang kita lakukan hanya menyentuh lingkaran dalam – majelis, pengurus – tanpa berdampak pada jemaat, karena kita sudah disibukkan dengan permasalahan majelis/ pengurus tersebut.)
-          Panggilan yang Tuhan berikan kepada kita untuk melayani Tuhan Bukan cuma sekedar memikirkan program dan aktivitas gereja, tetapi juga kebutuhan jiwa-jiwa yang kita layani.
Bukan hanya memikirkan bekerja sama dengan majelis dan pengurus saja, namun memperhatikan pula orang-orang yang akan mereka layani. Seringkali pelayanan pemimpin gereja hanya menyentuh level ini, namun tidak memperhatikan kebutuhan jemaat. Bukan hanya melayani mereka yang memiliki potensi dan prospek yang baik serta menguntungkan kita. Bukankah tidak jarang kita mendengar Rohaniwan yang melakukan pelayanan dengan membeda-bedakan?Juga bukan hanya berbicara masalah efektivitas dan efisiensi hidup kita, namun juga panggilan yang Tuhan yang percayakan kepada kita.
-          Pelayanan kepada mereka yang lemah dan tersisih itu tidak hanya menyangkut pemberian materi, namun juga membangun rohaninya. 
Paulus tidak hanya menyuruh Timotius memberi bantuan tetapi juga melibatkan mereka dalam pelayanan. Pelibatan pelayanan dalam Gereja tidak harus dimonopoli kaum intelektual dan pengusaha saja, namun juga memberikan kesempatan kepada orang-orang yang lemah, yang secara kebutuhan jasmani mendapat bantuan. Bukankah seringkali kita berpikir bahwa orang-orang yang seperti janda-janda ini, orang yang lemah,  yang tidak memiliki potensi, tidak perlu terlibat terlalu dalam di pelayanan. Bukankah pelayanan perlu dana dan lain-lain, dan mereka tidak dapat melakukannya?
-          Panggilan untuk bertumbuh dan melayani yang diberikan oleh Tuhan, ditangkap dengan jelas oleh Paulus, bahwa Ia menghendaki setiap orang Kristen melayani dan bukan hanya golongan tertentu.
Pelayanan kepada orang-orang yang lemah dan tersisih ini harus dikelola dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh. Tidak sekedar memberi uang atau bantuan pangan, namun menjadi suatu bagian yang integral dalam kehidupan orang tersebut. Kadang kita tidak mau pusing dengan hal ini, yang penting dari pelayanan adalah kita sudah memberi bantuan dan tidak dipikirkan dengan sungguh-sungguh. Penyataan kasih dengan pemberian materi, kita anggap sudah cukup bahwa kita sudah mengasihi sesama kita (puas dengan kegiatan-kegiatan amal tahunan). Benarkah demikian?
Ingatkah kita tentang perumpamaan orang Samaria yang baik hati? Dalam perumpamaan ini Tuhan Yesus tidak hanya menunjukkan  tentang siapakah sesamamu manusia, yang dijawab sebagai orang-orang yang menderita dan tersisih itu. Tetapi juga mengajak kita melihat sesama manusia dari sisi orang yang memerlukan bantuan itu sendiri. (Siapakah diantara ketiga orang ini adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?) Perbuatan kita kepada orang yang membutuhkan pertolongan jangan hanya dilihat dari sisi kita pemberi bantuan saja, namun kita meninjaunya pula dari orang yang memerlukannya. Apakah benar kita sudah menjadi sesama bagi orang itu? 
Akhirnya, masihkah kita saat ini melihat orang-orang yang kita layani seperti Paulus melihat mereka? Seperti Kristus melihat mereka? Yaitu bahwa tidak ada jiwa yang tidak berharga dan jiwa bukan cuma sekedar sasaran program aktivitas gereja, namun sebagai sesama kita – yang di dalam mereka Tuhan juga punya rencana yang indah. Amin.

Miskin
Pengertian kata miskin menurut beberapa sumber antara lain: dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata miskin berarti tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah).[12] Dengan demikian yang dimaksud dengan orang miskin adalah orang yang tidak memiliki harta dan dalam hidupnya serba berkekurangan karena pendapatannya yang sangat rendah. Dalam bahasa Inggris kata miskin diterjemahkan dengan kata poor yang artinya, miskin, malang, lemah, buruk, jelek.[13] Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa keberadaan orang miskin perlu diperhatikan agar hidupnya dapat lebih baik dan lebih sejatera dari sebelumnya.
Dalam Alkitab banyak juga berbicara tentang orang miskin. Ini merupakan suatu kenyataan bahwa Allah sangat peduli dan ikut serta merasakan keberadaan orang-orang miskin. Allah peduli berarti Allah turut berkarya membebasakan orang-orang miskin dari belenggu kemiskinan. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut orang-orang miskin antara lain:
  1. Dalam Perjanjian Lama
Kata ebion berasal dari kata abhah yang artinya kekurangan dan tidak mempunyai apa-apa, miskin atau sengsara. Orang yang menginginkan sesuatu dari orang lain atau yang menunggu pemberian orang lain.[14] Kata אבין (ebyon) menunjuk pada orang miskin, yang meminta-minta, mendapat dukacita (celaka), melarat, hina dan bernasib malang (Ul. 15:4; Maz 49:2-3).
  1. Dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru keberadaan orang miskin lebih berharga dari pada orang kaya, karena orang miskin itu lebih mudah bersikap tergantung kepada Allah[15]. Bagi orang-orang miskinlah Allah datang memberitakan kabar sukacita. Istilah yang digunakan dalam Perjanjian Baru adalah kata πτωχος (Ptochos), artinya miskin, melarat, orang yang meminta-minta, pengemis. Kata pthochos menunjuk pada kemiskinan yang semiskin-miskinnya, yaitu orang yang miskin hanya mampu mencari pertolongan pada orang lain dengan mengemis (bnd. Luk 4:18; 7:12). Orang miskin (ptochos) adalah orang-orang yang sangat miskin yang berjuang untuk mengatasi perjuangannya demi mempertahankan makna hidup[16].
Dua peser
Peser merupakan satuan mata uang yang dipakai di Yerusalem pada saat itu. Uang tersebut terbuat dari tembaga, bentuknya berupa koin dan merupakan uang receh terkecil yang berlaku pada saat itu.
Peser adalah mata uang Yahudi yang terbuat dari tembaga, itu merupakan pecahan terkecil dalam mata uang Yahudi (jika kita bandingkan dengan mata uang RI pecahan terkecil saat ini yaitu Rp. 100). Janda miskin ini memberi dua peser atau satu duit, pada masa itu nilainya adalah seharga  2 ekor burung pipit (Mat 10:29). Itu menunjukkan betapa kecilnya pemberian janda miskin itu menurut ukuran manusia.
Kotbah
Tema: Kelimpahan
Judul: Kemiskinan atau Kelimpahan Ada ditangan Anda.

Seringkali orang berpikir bahwa kaya atau miskin adalah takdir. Namun hal itu salah! Saya berkata bahwa sebenarnya takdir dari Tuhan adalah sesuatu yang tidak dapat kita ubah, misalnya gender, dari keluarga apa kita dilahirrkan, bagaimana orang tua kita, terlahir di lingkungan yang bagaimana, dll. Sedangkan Kelimpahan atau kekurangan adalah nasib, yaitu sesuatu yang dapat kita rubah melalui usaha – usaha yang kita lakukan. Oleh sebab itu sebenarnya kelimpahan atau kekurangan adalah pilihan. Ada beberapa point untuk menerima dan menikmati kelimpahan dari Allah adalah:
1.     Alami proses-Nya.
Sebenarnya Allah kita adalah Allah yang kaya dan Ia menghendaki bahwa kita anak – anak-Nya juga menikmati kelimpahan dari-Nya. Yang Tuhan kehendaki adalah ketika kita mau menikmati berkat-Nya maka kita harus mengalami Proses-Nya. Ketika bangsa Israel hendak menuju ke tanah Kanaan, perjalanan yang harusnya dapat mereka lewati dalam kurun waktu 4 tahun, mereka jalani selama 40 tahun. Bangsa Israel berputar – putar di padang gurun selama 40 tahun supaya karakter tegar tengkuk umat Israel dapat mengalami perubahan menjadi ketaatan. Oleh sebab itu orang – orang generasi pertama dari bangsa Israel yang keluar dari mesir tidak ada satupun yang berhasil masuk ke tanah Kanaan. Yang Tuhan kenankan masuk ke tanah Kanaan adalah orang – orang yang dari generasi kedua bangsa Israel dan yang memiliki ketaatan akan perintah Tuhan. Begitupun dalam kehidupan kita, sebenarnya yang Tuhan inginkan adalah proses. Ketika dalam kehidupan kita mengalami masalah maka dibalik masalah kita itu ada berkat yang Tuhan sediakan. Masalah adalah mas-nya Allah (emas = sesuatu yang berharga). Jadi sisi positif yang dapat kita ambil adalah ketika masalah itu datang percayalah bahwa ada berkat yang Tuhan sediakan, yang Ia inginkan adalah proses. Dalam menghadapi permasalahan tersebut apakah kita dapat meresponi hal itu dengan cara pandang positif atau cara pandang negatif. Oleh sebab itu mari kita belajar untuk menerima kelimpahan dari Dia yaitu dengan alami proses-Nya dan terima berkat-Nya.
2.     Memberià menerima, Ketaatan memberi akan menentukan seberapa besar kita akan menerima.
Kondisi keuangan Saudara sekarang adalah ditentukan oleh ketaatan Saudara memberi. Kondisi keuangan Saudara yang akan datang ditentukan oleh ketaatan Saudara memberi sekarang. Hal ini tidak terlepas dari proses yang Tuhan inginkan untuk kita alami dan kita lewati. Dalam hal ini Allah menginginkan Kita untuk belajar memberi. Jadi Allah mengajarkan “kita proses memberi”. Dengan kita mengalami proses menabur maka Allah juga menginginkan untuk kita dapat menuai kelimpahan tersebut. Tuaian yang kita terima adalah lebih besar dari apa yang kita tabur. Oleh sebab itu besarnya taburan kita menentukan tuaian yang kita terima. Masalahnya yang timbul adalah Allah tidak memunculkan pertumbuhan dengan instan, pagi kita menabur kemudian malamnya kita menuai, namun Ia memberikan proses untuk hal ini. Yang membuat kita mampu menuai dengan limpahnya adalah bagaimana kita menjalani prosesnya, kita tetap setia atau tidak. Oleh sebab itu setia dalam proses menabur dan tumbuhnya maka kita akan menuai dengan kelimpahan yang jauh melebihi taburan kita.

3.     Kelimpahan adalah kehendak Allah.
3 Yohanes 2:1
Terjemahan dari KJV:
Kekasih, saya berharap diatas segalanya supaya engkau berkelimpahan dan sehat walafiat, seperti jiwamu yang juga berkelimpahan.
Ayat ini menunjukkan bahwa kelimpahan (kemakmuran) adalah kehendak Allah dan bukan kemiskinan. Allah telah melemparkan pilihan tersebut kepada kita. Oleh sebab itu bagaimana respon hati kita untuk memilihnya akan menunjukkan nasib yang kita peroleh yaitu hidup dalam kelimpahan atau kekurangan.
Ulangan 8:18
Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan, dengan maksud meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu, seperti sekarang ini.
Tuhan memberikan kekuatan kepada Saudara dan saya untuk memperoleh kekayaan.
Dari beberapa point tersebut, saya dan saudara dapat melihat bahwa kelimpahan dan kekurangan adalah suatu pilihan. Yang jelas Allah berkeinginan supaya kita hidup dalam kelimpahan-Nya.

Kotbah
Tema: Kelimpahan
Judul: Menuai dalam Resesi

Resesi, Inflasi, dan waktu – waktu ekonomi sulit sudah terjadi sejak permulaan peradaban manusia. Hal itu bukan sesuatu yang baru sehingga memerlukan pemecahan yang baru. Jawaban Alkitab untuk mengalahkan dengan penuh kemenangan kondisi ekonomi ini pertama – tama muncul di Kitab Kejadian.
Maka timbullah kelaparan di negeri itu. Ini bukan kelaparan yang pertama, yang telah terjadi dalam zaman Abraham. (Kejadian 26:1b).
Allah memberikan instruksi sangat khusus kepada Ishak untuk diikuti supaya berkelimpahan selama keadaan ekonomi yang sulit ini:
1.     Tinggal setia kepada perintah – perintah Allah.
Tuhan mengatakah kepada Ishak bahwa Dia akan memberkatinya karena “Abraham taat kepada perkataanKu, dan memelihara perjanjianku, perintah – perintahku, undang – undangku dan hukum – hukumku”. (Kej 26:5b).
Jangan biarkan keadaan kebiasaan – kebiasaan dan cara hidup Kristen yang baik. Banyak orang – orang suci menjadi tidak konsisten pada waktu tekanan – tekanan ekonomi; prinsip – prinsip Kristen saudara yang naik turun hanya akan melemahkan saudara lebih lanjut.
2.     Jangan ikuti Filsafat Dunia
Karena bahaya kelaparan, tiap orang menuju ke Mesir tetapi Tuhan mempunyai rencana yang lain untuk Ishak.

Janganlah pergi ke Mesir; diamlah di negeri yang akan ku katakana kepadamu:
Tinggalah di negeri ini sebagai orang asing, maka Aku akan menyertai engkau dan memberkati engkau.
Kej 26:2b-3a.

Janganlah berpindah tempat baru tanpa perintah Allah, bukan karena suatu kabar bahwa ada kemakmuran di tempat lain. Karena yang perlu Kita ingat adalah Allah bisa memberkati kita dimana saja.

Diberkatilah engkau di kota dan diberkatilah engkau di padang.
Ulangan 28:3

3.     Taburlah dengan murah hati pada waktu bahaya kelaparan.
Ishak pergi dibawah perintah Tuhan, dan dia menabur di tanah itu, dan menerima pada tahun yang sama seratus kali lipat dan Tuhan memberkati dia”. (Kejadian 26:12b).
Sejak semula didalam Firman Allah, Ia mengatur prinsip ekonomi secara Alkitab ini. Allah bermaksud supaya Ishak mengalahkan bahaya kelaparan, dan memberikan kepadanya prinsip kelimpahan untuk memperoleh kemenangan.
Prinsip dasar secara Alkitabiah juga berlaku untuk kita. Mari kita mulai menerapkan point – point diatas mulai dari sekarang sehingga kelimpahan itu bisa kita nikmati dalam kehidupan kita.  Jadi yang perlu kita ingat dan kita terapkan dalam kehidupan kita ialah:
a.     Tinggal setia kepada perintah Allah.
b.    Jangan ikuti filsafat dunia.
c.     Tabur dengan murah hati selama bahaya kelaparan.
Selamat melakukan dan Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Kotbah:
Tema: Kelimpahan
Judul: Resep Kemakmuran Allah

Ada dua macam cara pandang yang berbeda tentang kemakmuran dikalangan Kristen. Yang pertama adalah orang yang memiliki cara pandang “hiper -faith” yaitu orang yang memiliki iman berlebihan. Dan yang kedua adalah orang yang tidak memiliki iman atau hanya memiliki iman pas – pasan, yaitu orang yang memiliki iman hanya ketika ia membutuhkan sesuatu yang tidak dapat ia raih. Dua macam orang tersebut tidak dapat kita tiru. Yangng dapat kita pakai untuk menemukan dan mengalami kelimpahan Allah adalah dengan hidup menurut kehendak-Nya. Hari ini kita akan menerima Resep Kemakmuran dari Allah.
a.     Utamakan Allah dan bukan berkat-Nya
Matius 6:33
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Ketika kita mampu mengutamakan Tuhan dan mengandalkan-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita maka Allah juga akan memperhitungkan hal itu sebagai iman. Sehingga ketika kita membutuhkan Ia untuk intervensi dalam hidup kita, maka dengan senang hati Ia pun akan menolong kita dalam segala hal yang kita kerjakan. Bahkan seluruh yang kita butuhkan akan ia tambah – tambahkan untuk kita sehingga hidup kita menjadi berkelimpahan.
b.    Menyangkal diri dan memikul salib
Lukas 9:23
Kata-Nya kepada mereka semua: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.
Keinginan daging manusia adalah semua yang indah dan enak dimata manusia. Namun yang Tuhan inginkan adalah hal yang rohani dan bukan kedagingan. Ketika yang menjadi hal yang rohani dan Tuhan kehendaki itu kita lacuna maka kecukupan akan segala sesuatu bahkan dengan harta duniapun akan Allah cukupkan. Caranya adalah dengan menyangkal diri dan pikul salib. Menyangkal diri berbicara tentang kerendahan hati yaitu mengekang keinginan – keinginan daging yang sebenarnya hanya dapat kita nikmati sesaat saja. Dan pikul salib adalah suatu pilihan yang diperhadapkan Allah untuk kita yaitu apakah kita mengutamakan Dia atau kita lebih memilih mengutamakan hasrat pribadi untuk keuntungan kita sendiri. Oleh sebab itu
c.     Selalu mencari Tuhan
II Taw 26:5
Maz 34:10

Ayat 43
ITB : Maka dipanggil-Nya murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan.
BIS : Maka Yesus memanggil pengikut-pengikut-Nya lalu berkata kepada mereka, "Perhatikanlah ini: Janda yang miskin itu memasukkan ke dalam kotak itu lebih banyak daripada yang dimasukkan oleh semua orang-orang lainnya.
KJV : And he called unto him his disciples, and saith unto them, Verily I say unto you, That this poor widow hath cast more in, than all they which have cast into the treasury:
NAS : And calling His disciples to Him, He said to them, "Truly I say to you, this poor widow put in more than all the contributors to the treasury;
GNT : kai. proskalesa,menoj tou.j maqhta.j auvtou/ ei=pen auvtoi/j( VAmh.n le,gw u`mi/n o[ti h` ch,ra au[th h` ptwch. plei/on pa,ntwn e;balen tw/n ballo,ntwn eivj to. gazofula,kion\
Murid-murid-Nya
Maksud dari ayat ini ialah setelah menyaksikan tindakan pengorbanan yang telah dilakukan oleh janda miskin di Bait Suci, Yesus memanggil murid-murid-Nya untuk berkumpul dan mengulangi kembali pelajaran yang Ia telah ajarkan dengan mengambil contoh dari kehidupan janda miskin yang telah mereka saksikan. Janda miskin dengan 2 peser persembahannya bukanlah semata-mata soal 2 peser uang dan  pemberian, tapi mengajarkan tentang iman, motivasi, sikap dan prioritas hidup.
Dari sekian banyak orang kaya yang memberikan persembahan mereka di Bait Suci, Yesus mengatakan bahwa persembahan janda miskin yang hanya 2 peser itu adalah yang terbanyak. Ini menunjukkan bahwa Yesus mempunyai ukuran yang berbeda dengan ukuran manusia dalam menilai suatu pemberian (persembahan).
Ada beberapa ukuran yang perlu kita kita perhatikan dalam hal memberi :
1. Pemberian kita diukur oleh motivasi
Memberi adalah perbuatan yang baik, tapi tidak cukup hanya sekedar memberi. Ada orang memberi tanpa motivasi, dan biasanya orang tersebut akan  menganggap itu adalah suatu beban sehingga menimbulkan persungutan.
Ada orang memberi dengan motivasi supaya orang lain tahu betapa kayanya dia dan orang lain menjadi hormat, seperti orang kaya dalam Markus 12:41. Ada juga orang memberi dengan motivasi untuk menutupi kekurangannya agar orang lain tidak tahu keadaannya yang sebenarnya.
Seberapa besar pemberian kita namun jika diiringi dengan persungutan dan motivasi yang tidak benar, maka nilainya di hadapan Tuhan adalah sama saja dengan tidak memberi dan bahkan lebih baik tidak memberi sama sekali. Pemberian kita seharusnya dimotivasi oleh karena kasih kita kepada Allah.
2. Pemberian kita tidak diukur oleh apa yang kita berikan tapi apa yang kita hidupkan dalam memberi.
Janda miskin dalam kitab Markus bisa saja memberikan hanya 1 peser dalam kotak persembahan dan menahan yang 1 peser lagi untuk keperluannya sendiri. Dengan kondisi yang serba kekurangan adalah masuk akal dan dapat dimaklumi jika dia hanya memberikan 1 peser saja. Tapi ibu janda miskin tersebut menganggap bahwa persembahannya itu bukanlah menyangkut logika tapi menghidupkan Firman Allah yang dia ketahui bahwa Allah akan tetap memeliharakan akan hidupnya meskipun hidup dalam kekurangan materi.
3. Pemberian kita diukur bukan dari jumlah tapi dari porsinya.
Allah tidak menuntut jumlah pemberian yang sama dari setiap umatnya. Kepada siapa banyak diberi, maka daripadanya akan lebih banyak dituntut. Orang-orang kaya dalam kitab Markus memberikan jumlah yang banyak, tapi mereka memberikan dari kelebihan mereka, ibu janda miskin memberikan sedikit bahkan hanya 2 peser saja, namun dia memberi dari kekurangannya karena hanya itulah uang yang dia miliki. Memberi dari kelebihan adalah  hal yang biasa, memberi dari kekurangan baru luar biasa karena itu memerlukan iman yang kuat.
Kitab Markus tidak menceritakan lebih lanjut apa yang terjadi dengan ibu janda miskin tersebut setelah dia memberikan seluruh uangnya untuk persembahan, bisa saja orang berpikir bahwa Allah akan membiarkan ibu tersebut menderita kelaparan, tapi dengan berbagai bukti pemeliharaan Tuhan yang kita baca dalam Kitab Suci serta pengalaman-pengalaman lainnya, kita meyakini ibu janda tersebut akan tetap dalam pemeliharaan Allah.
Dengan kisah persembahan janda miskin,  dapat lebih dipahami hakekat dari memberi. Apa yang dipercayai akan mempengaruhi apa yang dilakukan, dan cara untuk bertindak akan dipengaruhi oleh apa yang dipercayai.
Kotbah:
Tema:Berbagai Persembahan Dalam Alkitab
Judul: Persembahan yang dikenan Tuhan

Sebagai orang percaya yang telah menerima kehidupan, keselamatan, dan berkat-berkat-Nya, kita mungkin juga bertanya: bagaimana membalas segala kebaikan Tuhan itu?
Mungkin kita akan mengatakan bahwa membalas kebaikan Tuhan yang penting adalah mensyukurinya; atau berkata secara klise: "ya, dengan memberikan hidup kita kepada-Nya." Tentu saja itu baik, tapi tidak cukup jelas. Sebab pertanyaan yang muncul adalah: hidup yang mana dan bagaimana caranya? Apa yang dapat kita berikan atau persembahkan dari hidup kita kepada Dia? Pemberian atau persembahan yang dimaksudkan juga tentu tidak hanya dalam bentuk uang, yang lazim disebut sebagai uang persembahan, tetapi juga dalam segala wujud persembahan yang dapat kita berikan kepada-Nya sebagai ungkapan syukur atas kebaikan-Nya. Pertanyaannya: persembahan apa saja itu?
Alkitab mengenal berbagai bentuk persembahan. Ritual pemberian persembahan sendiri di dalam Alkitab diawali ketika Kain dan Habel mempersembahkan hasil pekerjaannya kepada Allah. Kain mempersembahkan sebagian hasil pertaniannya dan Habel mempersembahkan anak sulung hasil peternakannya. Alkitab menjelaskan, persembahan Habel diterima dan Allah mengindahkannya, sementara persembahan Kain tidak berkenan kepada Allah. Kain kemudian merasa benci kepada adiknya itu dan lalu membunuhnya (Kej. 4: 5 - 8).
Kemudian kitab Kejadian menceritakan Nuh yang memberikan persembahan setelah selamat dari murka Allah dengan air bah-Nya (Kej. 8: 20 - 22). Abraham setelah tiba di Kanaan langsung membangun mezbah dan memanggil nama Tuhan (Kej. 12: 8). Yakub juga memberikan persembahan kepada Tuhan setelah berpisah baik-baik dengan Laban mertuanya (Kej. 31: 43-55). Semua pemberian ini dilakukan dalam ritual ketika hukum Taurat belum diberikan kepada umat Israel. Allah melalui Musa kemudian meneguhkan lebih spesifik lagi berbagai jenis persembahan yang harus diberikan umat Israel sebagaimana diuraikan dalam kitab Imamat pasal 1 - 7. Persembahan atau korban dalam Perjanjian Lama dapat dikelompokkan sbb:
a.   Ola, yakni korban bakaran (Im.1: 1-17), sebagai lambang penderitaan sebagai hukuman karena dosa yang ditanggungkan atasnya, dengan makna membersihkan kehidupan orang yang memberi korban dalam ketaatan sebagai bau-bauan yang harum bagi Allah.
b.   Minkha, yakni korban sajian (Im.2:1-16; 5:11-12), sebagai rasa syukur yang diberikan demi kemauan baik sebagai pengganti keseluruhan dirinya.
c.    Khatta't, yakni korban penghapus dosa dan juga disebut sebagai ‘Asyam (korban penebus salah), yakni bilamana seseorang bersalah karena dianggap najis dari segi upacara agama atau berbuat dosa secara tidak sengaja (Im. 4: 2, 13, 22, 27).
d.   Zevakh dan Selamin, yakni korban perdamaian atau korban keselamatan berupa pernyataan syukur atau sukarela kepada Allah (Im. 7: 12; 22: 29; Bil.6: 14; 15: 3, 8).
Perjanjian Lama juga mengenal berbagai jenis persembahan lainnya, seperti persembahan sulung atau buah sulung (Kej. 4:4; Im. 2: 12; Neh.10: 35), persembahan unjukan (Im. 6: 20; Bil. 5: 15), dan persembahan persepuluhan berupa persembahan khusus yakni sepersepuluh dari penghasilan umat Israel. Persembahan atau korban yang disebutkan di atas, dinyatakan dengan pemberian hewan ternak (dari mulai lembu jantan hingga burung tekukur atau anak burung merpati yang tidak bercela), tepung, minyak, kemenyan, dan garam. Inilah ritual pemberian persembahan dalam Perjanjian Lama.
Berbeda dengan yang dijelaskan di atas, Perjanjian Baru menegaskan pemberian persembahan berupa ternak atau barang lainnya bukan lagi sebagai jalan penebusan dosa atau kesalahan umat percaya. Kitab Ibrani menuliskan dengan jelas, "tidak mungkin darah lembu jantan atau darah domba betina dapat menghapus dosa" (Ibr. 10: 4). Penebusan dosa orang percaya dalam Perjanjian Baru hanya dapat dilakukan melalui iman dengan mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadinya; maka melalui tubuh dan darah-Nya yang tersalib di Golgota hal itu sudah menjadi jalan penebusan dosa-dosa kita.
Namun, Perjanjian Baru tidak langsung meniadakan persembahan sama sekali. Persembahan dalam konsep Perjanjian Baru menjadi berbeda, tidak lagi sebagai korban, melainkan sebagai ungkapan rasa syukur atas anugerah keselamatan yang telah diberikan Tuhan kita atas penebusan dosa tersebut. Artinya, pemberian tersebut adalah sebagai ungkapan syukur, bukan balas jasa, karena anugerah keselamatan yang diberikan Allah adalah cuma-cuma, tidak dapat dibalas dengan perbuatan atau upaya manusia. Jadi pengertian "membalas kebaikan Tuhan" sebagaimana dalam Mazmur di atas, dalam konteks Perjanjian Baru adalah merupakan respon atas rasa syukur penebusan tersebut, bukan dalam pengertian timbal balik.
Selanjutnya, persembahan di dalam kitab Perjanjian Baru cukup luas pembahasannya dan dapat dikategorikan dalam lima bentuk, yakni sbb:
Pertama, persembahan nyawa. Tuhan Yesus berkata bahwa inilah ungkapan kasih yang lebih besar dari umat percaya, yakni apabila seseorang yang mengorbankan nyawa untuk kemuliaan Kristus maupun untuk saudara-saudara kita (Mat. 10: 39; Luk. 14: 26; Yoh. 15: 13; Kis. 15: 26). Hal ini diperlihatkan dalam kisah Stefanus, martir pertama yang dibunuh oleh kaum Farisi dengan melemparinya dengan batu (Kis. 7: 54 - 60). Pengorbanan nyawa untuk sesama dinyatakan dalam 1Yoh. 3: 16, "Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita." Kesediaan berkorban dan menderita bagi orang lain dengan mengesampingkan kepentingan diri sendiri, itulah makna dari persembahan nyawa tersebut. Akan tetapi, persembahan nyawa juga dapat dilihat dalam wujud apabila seseorang tetap setia kepada Tuhan dalam menanggung penderitaan penyakit yang mengancam nyawanya, dengan tidak mengandalkan kekuatan-kekuatan lain untuk kesembuhannya. Sebab tidak sedikit orang percaya karena putus asa atau tidak memahami rencana indah Tuhan baginya, akhirnya mengikuti cara-cara berhala untuk memperoleh kesembuhan.
Kedua, persembahan tubuh, yakni memelihara kekudusan hidup dengan menjauhkan diri dari perbuatan najis dan dosa yang tidak berkenan kepada Tuhan. Firman-Nya berkata, "Karena itu saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati" (Rm. 12:1; Yak. 1: 27b). Demikian pula dinyatakan pada bagian lain, betapa pentingnya kita memelihara tubuh, "Tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah anggota Kristus?...Atau, tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu...(1Kor. 6: 13- 15, 19 - 20). Kita diminta memelihara tubuh yang kudus sebab Allah kita itu kudus (Im. 20: 26).
Ketiga, persembahan hati dan mulut, dengan menaikkan puji-pujian dan bibir yang memuliakan Allah dengan ucapan syukur (Ibr. 13: 15; Mzm. 28: 7; 30: 4; 51: 19). Kitab Efesus menuliskan, "dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur, kidung puji-pujian, dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati" (Ef.  5: 19 - 20). Alkitab juga mengingatkan, dengan lidah kita memuji Tuhan (Yak. 3: 5). Artinya, di segala tempat dan situasi kita tidak boleh menggunakan lidah dan mulut kita untuk hal-hal yang menyakitkan hati Allah dan orang lain, tetapi justru dipakai untuk memuliakan Dia.
Persembahan hati juga dinyatakan melalui kerinduan untuk selalu bersekutu setiap hari melalui doa, ibadah, dan membaca Alkitab. Bentuk persembahan hati lainnya diwujudkan melalui kerendahan hati dengan menerima perkataan atau perbuatan buruk yang dilakukan oleh pihak lain (Mat. 6: 14-15; Luk. 17: 4; Ef.  4: 32). "Korban perasaan" ini biarlah menjadi persembahan yang harum bagi Allah dengan tetap melihat Allah punya rencana dan akan hak Allah untuk menegakkan keadilan bagi semua, tidak merespon dengan cepat marah dan membalas kejahatan dengan kejahatan. (Rm. 12: 19; Ibr. 10: 30).
Keempat, persembahan waktu dan tenaga, dengan mengunjungi orang sakit, orang di penjara, dan memberi mereka yang haus dan tumpangan (Mat. 25: 31 - 46). Persembahan waktu dan tenaga kita berikan juga bagi kemuliaan Tuhan dengan mengunjungi dan menyatakan kasih kepada mereka yang menderita dan membutuhkan. Kitab Yakobus menuliskan, "Ibadah yang murni dan tidak bercatat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka (Yak. 1: 27a). Memberikan waktu dengan mengunjungi mereka, menghibur, dan berdoa bersama mereka yang sakit, teraniaya, atau menderita, maka hal itu sangat besar nilainya di hadapan Allah yang Maha Pengasih. Terlebih-lebih, meski tidak utama, apabila kita ikut meringankan beban kesedihan mereka dengan memberi bantuan (makanan atau kebutuhan hidup lainnya), sehingga dengan jalan itu kita telah memuliakan Allah.
Kelima, persembahan materi, berupa persembahan uang atau barang. Perjanjian Baru mengajarkan untuk menyisihkan persembahan uang setiap minggu.  Inilah biasanya yang kita berikan kepada gereja untuk dikelola sesuai dengan maksud Yesus dalam mendirikan dan memperluas kerajaan-Nya (1Kor. 16: 1-2).
Tidak seorang pun dapat memperbandingkan persembahan yang satu dengan yang lain di hadapan Allah. Kita tidak dapat mengatakan persembahan uang atau materi "lebih tinggi nilainya" dibandingkan dengan persembahan mulut dengan memuji-muji dan memulikan Allah. Demikian pula halnya dengan memberi waktu melalui kunjungan-kunjungan ke panti asuhan, rumah sakit, atau janda-janda, tidak berarti lebih berharga di mata Allah dibandingkan dengan persembahan puji-pujian di dalam ibadah kebaktian minggu. Semua bentuk persembahan ini saling melengkapi untuk menyenangkan hati Allah. Namun, ada syarat mutlak yang harus diberikan yakni persembahan tubuh yang kudus kepada Allah. Tidak ada manfaatnya apabila kita memberikan berbagai persembahan, namun tubuh kita dikuasai oleh kenajisan dan dosa.
Hanya yang jelas, persembahan yang berkenan kepada Allah sebagaimana Alkitab menegaskan adalah seperti persembahan Habel, yakni karena iman Habel dan Allah mengetahui kebaikan hatinya (Ibr. 11: 4). Dengan didasari iman dan kebaikan hati untuk memberi yang terbaik kepada Tuhan berbagai jenis persembahan di atas, sangatlah penting dalam penerimaan Allah terhadap apa yang kita berikan sebagai respon atas kebaikan-Nya. Tuhan Yesus memberkati.

Ayat 44
ITB : Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." 
BIS : Sebab mereka semua memberi dari kelebihan hartanya. Tetapi janda itu sekalipun sangat miskin memberikan semua yang ada padanya justru yang ia perlukan untuk hidup."
KJV : For all they did cast in of their abundance; but she of her want did cast in all that she had, even all her living.
NAS : For they all put in out of their surplus, but she, out of her poverty, put in all she owned, all she had to live on." 
GNT : pa,ntej ga.r evk tou/ perisseu,ontoj auvtoi/j e;balon( au[th de. evk th/j u`sterh,sewj auvth/j pa,nta o[sa ei=cen e;balen o[lon to.n bi,on auvth/jÅ
Mereka semua
            Mereka semua dalam ayat ini adalah mengungkapkan semua orang kaya yang pada waktu itu memasukkan persembahannya ke dalam peti persembahan ketika Tuhan Yesus melihatnya.
Memberi dari kelimpahannya
            Arti memberi dari kelimpahannya berarti orang – orang kaya yang mempersembahkan persembahan ke dalam peti persembahan adalah orang – orang yang memberi sebagian kecil dari kekayaan mereka. Hal ini dipandang biasa oleh Tuhan Yesus karena hal itu tidak membutuhkan pengorbanan yang terlalu berarti.
Memberi dari kekurangannya
            Keistimewaan dari persembahan janda miskin ini ialah ia memberikan persembahan dari keadaannya yang miskin, yang notabennya ialah dana yang ada dalam peti persembahan diperuntukkan untuk orang – orang miskin dn janda – janda, dan salah satunya ialah janda ini. Tapi ia mampu memberikan dan merelakan harta paling berharga yang ia punyai pada saat itu.
            Memberi dari kekurangan yaitu merelakan tentu saja dalam keadaan ini janda miskin memiliki kerendahan hati karena memberi dengan apa yang seluruhnya ia punya adalah mempersembahkan hidupnya. Pada waktu itu uang dua peser adalah uang yang seharusnya digunakan untuk mencukupi kebutuhannya satu hari itu, namun dengan mempersembahkan dua peser tersebut berarti ia merelakan untuk tidak makan atau minum satu hari penuh.
Esensi memberi dari kekurangan itu sendiri adalah:
1.      Pengorbanan
Seperti halnya janda miskin yang memberikan persembahan yang menuntut suatu pengorbanan dari dirinya, Yesus juga berkorban. Ia yang adalah anak raja rela menjadi manusia. Yesus memberi kasih yang agung, dalam keberadaannya di tengah-tengah manusia.
Yang dilakukan oleh janda miskin ini juga demikian. Ia yang harusnya berhak menikmati uang tersebut untuk makan dan minum pada hari itu, rela memberikannya untuk dipersembahkan.
2. Pemberian yang mau melukai diri sendiri
Paskah di Amerika Serikat melukai diri untuk memperingati penderitaan Yesus. Janda miskin di sini memberikan apa yang dia punya sekalipun dia tidak dapat memenuhi kebutuhannya pada hari itu. Ia harus mengorbankan dirinya tidak makan ataupun minum, dan hal ini adalah bentuk melukai diri yang dimaksud.
Semua yang ada padanya
            Semua yang ada dari padanya berarti sudah tidak ada yang tersisa yang ia punya. Ia memberikan semuanya sebagai persembahan. Hal yang janda miskin ini lacuna adalah suatu pengorbanan yang menyakiti dirinya sendiri. Karena dengan memberikan seluruh harta yang ia punya berarti kemungkinan besar hari itu ia bahkan tidak bisa makan (dan bila saat itu ia harus mati, ia rela tetap memberikannya). Namun ia melakukannya dengan tulus untuk kepentingan orang lain.
Seluruh nafkahnya
            Maksud dari ayat ini ialah Yesus melihat bahwa Janda miskin ini telah memberi semua dari yang ada padanya, artinya dia memberi hidupnya, sedangkan orang-orang kaya itu hanya memberi sebagian kecil dari apa yang dimilikinya.
Kotbah:
Tema: Persembahan yang dikenan Tuhan
Judul: Persembahan Yang Berkenan Kepada Allah
Markus 12:41-44

Kisah ini hanya dicatat dalam dua Injil, yaitu Markus dan Lukas (21:1-4), dan hanya dicatat dengan sangat singkat (4 ayat), tetapi ada satu pengajaran penting yang perlu kita cermati dalam kisah yang singkat ini. Bahkan, Tuhan Yesus sendiri memberi perhatian yang serius tentang peristiwa ini. Dalam ay. 41 dikatakan bahwa Yesus yang pada saat itu sedang duduk menghadap peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu.
Tuhan Yesus memperhatikan dengan seksama, Ia tidak sedang melamun, Ia tidak sedang sekedar melihat. Sebab apabila Dia tidak serius memperhatikan orang banyak itu, maka niscaya Ia bisa mendapati bahwa ada seorang janda miskin yang memberi persembahan juga. Orang banyak yang memberi, namun diantaranya ada seorang janda yang miskin. Apabila Yesus tidak memperhatikan dengan seksama maka moment ini akan terlewatkan. Mari kita melihat lebih jauh apa yang diajarkan dalam kisah ini.
Peti persembahan yang dimaksud ternyata adalah peti persembahan yang diletakkan di dinding luar bait Allah, yang dikhususkan untuk orang-orang miskin, bisa dikatakan kotak amal. Mari kita cermati, ada tiga hal yang menyolok disini.
Pertama, dikatakan bahwa banyak orang kaya memasukkan uang ke dalam kotak itu, kemudian ada juga seorang janda miskin yang memberi persembahan di kotak itu, inilah hal yang menarik perhatian. Jika orang-orang kaya memberi persembahan ke kotak itu, mereka memberi amal bagi orang-orang miskin, dan itu wajar, itu memang seharusnya. Tetapi, Alkitab mengatakan kita satu fakta yang mengejutkan, ada seorang janda miskin juga yang memberi, yang memasukkan uang ke kotak itu, yang beramal. Siapa janda ini? Ia adalah janda, bukan hanya itu, ia juga miskin. Apakah janda yang miskin ini perlu memberi persembahan? Apakah janda ini perlu memberi amal bagi orang miskin? Bukankah seharusnya janda yang miskin ini lebih berhak memperoleh uang dalam kotak itu daripada berkewajiban memberi?
Hal kedua adalah, disitu dikatakan banyak orang kaya yang memberi uang dalam jumlah yang besar ke dalam kotak itu, tetapi kemudian, diantara banyak orang kaya yang memberi dalam jumlah besar itu, ada seorang yang memberi dengan jumlah hanya dua peser, yaitu satu duit. Berapa besarkah dua peser atau satu duit itu? Peser adalah mata uang Yahudi yang terbuat dari tembaga. Itu adalah jumlah terkecil dalam mata uang Yahudi, yaitu hanya setengah duit. Dalam Matius 10:29 dikatakan bahwa satu duit itu adalah harga dari 2 ekor burung pipit. Betapa kecilnya uang yang diberikan janda miskin ini, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang diberikan orang lain dalam kotak itu.  Tetapi apa yang terjadi? Yesus memuji janda miskin ini. Ini adalah hal ketiga yang menarik perhatian dalam kisah ini. Reaksi Tuhan Yesus sangat berbeda dengan orang banyak. Tuhan Yesus justru memanggil murid-muridNya dan mengatakan kepada mereka bahwa janda miskin ini telah memberi yang terbanyak dibandingkan dengan orang-orang lain. Cara pandang Tuhan sangat berbeda dengan cara pandang dunia. Dunia melihat jumlah, dunia melihat luarnya, tetapi Tuhan melihat sampai ke dalam hati seseorang. Tuhan tidak hanya memandang kuantitas saja, tetapi juga melihat kualitas. Apa artinya seseorang memberi banyak, tetapi hatinya terpaksa? Apa artinya orang memberi persembahan dengan jumlah besar, tetapi hanya untuk mencari nama?

Persembahan yang berkanan kepada Allah

Ini adalah persembahan yang berkenan kepada Tuhan Allah, persembahan yang dipuji oleh Allah sendiri. Mengapa Tuhan Yesus memuji persembahan janda miskin ini? Mengapa persembahan janda miskin ini yang berkenan kepada Allah? Jawabannya adalah karena ia memberi yang terbaik yang ia miliki.
Disini kita belajar persembahan yang bagaimanakah yang berkenan kepada Allah? Yaitu persembahan yang terbaik. Ada unsur totalitas di dalamnya. Inilah persembahan yang harum bagi Allah.
Ketika Kain dan Habel mempersembahkan hasil kerja mereka, persembahan Habel diterima oleh Allah.Habel mempersembahkan anak sulung kambing dombanya, dan Kain mempersembahkan hasil tanahnya. Allah berkenan kepada persembahan Habel, tetapi persembahan Kain ditolak oleh Allah. Mengapa? Apakah karena Allah kita bukan vegetarian sehingga Dia lebih memilih daging? Tidak. Dalam Kej. 4:3-5, Alkitab mengatakan bahwa Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanahnya. Sebagian sebenarnya bisa diterjemahkan seadanya, apa adanya. Jadi Kain hanya memberikan apa adanya saja, yang ala kadarnya, bukan yang terbaik, bukan yang total. Kain menganggap remeh persembahan kepada Tuhan, ia tidak mempersiapkan persembahannya dengan baik, dengan sungguh-sungguh. Memberi yang seadanya itu menunjukkan bahwa Kain tidak sungguh-sungguh dalam memberi kepada Tuhan. Sedangkan Habel, ia mempersembahkan anak sulung dombanya. Dalam tradisi Yahudi anak sulung adalah lambang dari yang terbaik.  Melalui ini juga Allah telah menunjukkan betapa Ia mengasihi kita, betapa Ia mencintai kita, sehingga Ia mengorbankan Anak Sulung Nya untuk menebus kita.
Habel memberi yang terbaik kepada Tuhan, ia mempersiapkan persembahan kepada Tuhan dengan sungguh-sungguh. Kambing dombanya yang terbaik tidak dinikmatinya sendiri, tidak disayangkan sendiri, tetapi ia persembahkan kepada Tuhan Semesta Alam. Inilah alasannya mengapa Tuhan berkenan kepada persembahan Habel dan menolak persembahan Kain.
Janda miskin ini juga memberi yang terbaik. Ia memberi dari kekurangannya. Ia memberi dari seluruh nafkahnya, yang setelah memberi mungkin ia tidak memilikinya lagi, itu adalah persembahan “anak sulung” yang ia miliki. Memberi seluruh nafkah itu menunjukkan bahwa janda miskin memberi dengan total, memberi yang terbaik yang ia miliki. Ini tidak berarti kita harus memberi seluruh uang kita, seluruh harta kita, tidak. Tetapi ini mengajarkan kita untuk memberi yang terbaik bagi Tuhan, memberi yang total kepada Tuhan.

Refleksi:

Sering kali kita takut dalam memberi kepada Tuhan. Kita tidak memberi yang terbaik, kita tidak memberi dengan hati yang total, ini menunjukkan keraguan kita kepada pemeliharaan Tuhan. Banyak hal yang kita simpan untuk diri sendiri, banyak hal yang kita sayangkan dalam hidup ini yang kita tidak mau persembahkan kepada Tuhan. Waktu, diri sendiri, masa depan, dll. Kita berpikir bahwa jika kita persembahkan maka itu akan diambil dari kita selamanya.
Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang kita miliki yang bisa kita berikan kepada Tuhan. Segala sesuatu yang kita miliki adalah dari Tuhan. Kita bisa memberi itu bukan karena kita memiliki, tetapi kita telah diberi terlebih dahulu oleh Tuhan. Dalam Roma 12:1 Rasul Paulus menasehatkan: “karena itu saudara-saudara, aku menasehatkan kamu supaya kamu mempersembahkan hidupmu.....”. “Karena itu...” Karena apa? Karena ayat sebelumnya, yaitu Rom. 11:36, karena segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. Inilah alasan mengapa kita mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, yaitu karena segala sesuatu adalah bagi Dia, oleh Dia dan kepada Dia.
Tuhan telah mencurahkan berkatnya berlimpah-limpah tak terhitung kepada kita, dan sebagai ucapan syukur kita kita hanya mengembalikan sebagian kecil dari apa yang telah kita terima dari Dia. Tapi seringkali kita pelit, perhitungan dalam memberi kepada Tuhan. Inilah yang terjadi dengan kita. Kita adalah manusia yang tidak tahu diri.

Bayangkan bagaimana jika Tuhan hitung-hitungan dengan kita. Karena oksigen mahal, satu tabung jutaan rupiah, maka sehari cukup kasih 30 menit oksigen saja. Sisanya 1410 menit engkau napas pakai apa? Kalau 1410 menit itu kita tidak mendapatkan oksigen bagaimana kira-kira keadaan kita? Saya hanya tahu ada seorang penyelam Jerman, Tom Sietas yang memecahkan rekor dunia mampu menahan napas hingga 8 menit 58 detik, tapi saya belum pernah dengar yang mampu lebih dari itu, apalagi 1410 menit?
Melalui Firman Tuhan hari ini, kita belajar tentang persembahan yang berkenan kepada Tuhan. Persembahan (sacrifice) itu adalah salah satu aspek penting dalam iman Kristen.
Jika kita belum kristen atau belum mengerti arti persembahan maka engkau tidak perlu memberi persembahan. Tetapi jika kita adalah orang kristen dan sudah tahu arti persembahan tetapi tidak mau memberi persembahan, kita berdosa dihadapan Tuhan.
Ada banyak bentuk persembahan, saat ini kita mengenal adanya persembahan diakonia, misi, persepuluhan, dll. Selama ini saya melihat laporan keuangan Komisi Remaja, hanya 16% an anak Remaja yang setia memberi persembahan persepuluhan.  Bayangkan, 16%, itu hanya sekitar 23 orang dari 140an orang.  Di mana yang lain?

Apa itu persepuluhan?
Persembahan persepuluhan ini adalah 10% dari berkat yang telah kita terima dari Tuhan kita kembalikan kepadaNya, itu adalah nilai yang Tuhan kehendaki.

Untuk apa?
Dalam sejarah PL, persepuluhan ini adalah dikumpulkan bagi orang-orang Lewi yang tidak mendapat warisan, yang dikhususkan untuk melayani di bait Allah secara penuh waktu. Jadi seluruh hidup mereka adalah bagi pelayanan di bait Allah. Jadi ada 11 suku Israel lainnya, mereka memberi 10% dari berkat yang mereka terima. Ada dua suku kecil yang digabungkan menjadi satu, jadi totalnya ada 10 suku. Sehingga bani Lewi itu memperoleh 100 %, tetapi mereka sendiri juga memberi 10% dari apa yang mereka terima dari saudara-saudaranya, sehingga semua memiliki 90%. Ini adalah prinsip yang ditetapkan Tuhan, suatu prinsip yang adil.
Untuk masa kini, persepuluhan adalah bagi orang-orang yang melayani Tuhan sepenuh waktu, yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk pelayanan gerejawi (hamba Tuhan, misionaris, dll.) Selain itu juga bagi anak-anak yatim dan janda-janda miskin.

Perlukah kita memberi persepuluhan?
Karena itu yang dikehendaki Tuhan, maka jawabannya adalah perlu. Sekalipun kita masih remaja, belum memiliki pekerjaan, belum memiliki penghasilan, tetapi itu bukan berarti kita tidak mendapatkan berkat Tuhan bukan?
Banyak berkat yang Tuhan curahkan kepada kita melalui orang tua, saudara, dll. yang bisa kita kembalikan sepersepuluhnya sebagai persembahan kepada Tuhan. Marilah kita dari masa muda ini belajar untuk berkorban, memberi persembahan kepada Tuhan, dengan pengertian dan motivasi yang benar; yaitu karena segala sesuatu adalah bagi Dia, oleh Dia, dan kepada Dia. Segala kemuliaan hanya bagi Allah, Bapa kita. Amin.

BAB IV
KESIMPULAN
Mengarahkan hidup kepada Tuhan tentu saja bukan hanya sekedar mengikut Dia, tetapi juga memberi hidup kita sebagai persembahan syukur kepadaNya, karena Dia telah terlebih dahulu mempersembahkan tubuhNya  sebagai korban penebusan bagi dosa kita.
Yesus memberikan pelajaran tentang bagaimana Allah menilai pemberian.
  1. Pemberian yang berkenan dihadapan Tuhan tidak ditentukan oleh besarnya jumlah yang diberikan, namun oleh jumlah pengorbanan yang terlibat dalam pemberian tersebut. Pemberian seorang kaya tidak menuntut pengorbanan karena memberi dari kelimpahan, sedangkan pemberian janda miskin menuntut pengorbanan yaitu segala yang ada dari padanya.
  2. Prinsip ini dapat diterapkan dalam pelayanan masa kini . Tuhan menilai pekerjaan pelayanan bukan berdasarkan ukuran atau pengaruh keberhasilannya tetapi berdasarkan kadar pengabdian, pengorbanan, iman, dan kasih yang tulus yang terlibat didalamnya.
Yesus tidak memuji karena kuantitas tetapi jg kuantitas. Dengan kisah persembahan janda miskin,  dapat lebih dipahami hakekat dari memberi. Apa yang dipercayai akan mempengaruhi apa yang dilakukan, dan cara untuk bertindak akan dipengaruhi oleh apa yang dipercayai.
Dalam hal ini kelimpahan datang bukan karena giat bekerja, namun melatih iman dengan memberi apa yang kita punya kepada Tuhan. Pengorbanan yang kita berikan kepada Tuhan sekecil apapun Ia hargai. Dengan melatih memberi maka pada saatnya Tuhan akan melimpahkan berkatnya kepada kita dengan berkat yang abadi dan tidak pernah habis. Pengorbanan dalam meberi adalah suatu bentuk ketulusan yang Tuhan nilai dengan serius. Ia mengajarkan kepada umat-Nya untuk mengasihi Tuhan Allahnya dengan pemberian yang kita mampu lakukan.
Bila Yesus mengajak para murid memperhatikan perilaku seorang janda miskin, Yesus mengajak kita untuk melihat seseorang yang dalam pandangan orang Yahudi amat sangat tidak terpandang, orang-orang yang tidak masuk dalam hitungan. Mungkin juga dijauhi orang-orang dan tidak disapa,tapi ia berharga dimata Allah.

BAB V
DAFTAR PUSTAKA

                 , Alkitab. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2006.
                 , Ensikopedia Alkitab Masa Kini Jillid I. Jakarta: IKAPI DKI Jakarta, 2008.
                 , Ensikopedia Alkitab Masa Kini Jillid 2. Jakarta: IKAPI DKI Jakarta, 2008.
Henry, Matthew. Injil Markus. Surabaya: Momentum, 2007.
Ho, Benny. Managing Money God’s Way. Yogyakarta: ANDI Offset, 2010.
Rhoads, David. Injil Markus sebagai Cerita. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995.
Avanzini, John. Kunci Kearah Hidup Berkelimpahan, Lebih Dari Cukup. Surabaya: YAKIN, 1985.
Hartman, Jack. Percayakanlah Keuangan Anda Pada Allah. Yogyakarta: ANDI Offset, 2000.
Mboi,Nafsiah.Perempuan Dan Pemberdayaan. Jakarta:Program Studi Kajian Wanita,1997.
Scougal, Henry & Robert Leighton. GOD’S Abundant Life. Surabaya: Momentum, 2005.
http://id.wikipedia.org/wiki/Uang,diunduh pada hari Kamis,10/11/2011,pkl 19:52 wib.
http://makalah-pendidikan.com/2011/jenis-uang/,diunduh pada hari Kamis,10/11/2011,pkl 20:13 wib.




[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Sumbangan.Diunduh pada hari Rabu,11/09/2011, pkl.18.00 WIB.
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Uang,diunduh pada hari Kamis,10/11/2011,pkl 19:52 wib.
[3] http://makalah-pendidikan.com/2011/jenis-uang/,diunduh pada hari Kamis,10/11/2011,pkl 20:13 wib.
[4] Ibid.
[5] Benny Ho,Managing Money God’s Way(Yogyakarta: ANDI Offset,2010),1.
[6] Ibid,hlm 2.
[7] Hartman, Jack. Percayakanlah Keuangan Anda Pada Allah. (Yogyakarta: ANDI Offset, 2000), hlm.70.
[10] Nafsiah Mboi,Perempuan dan Pemberdayaan Wanita (Jakarta:Program Studi Kajian Wanita,1997),18-19.
[11] Ibid.
[12] Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001) hlm. 749.
[13] John. M. Echols Hasan Sadly, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000) hlm. 438.
[14] Ebion, Botterwech (art), Theological Dictionary of The Old Testament, WMB, Vol I, (Micghan: Eerdmans Publishing Company, 1974) hlm. 24.
[15] M. Hengel “miskin” dalam J. D. Douglas, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid II, (Jakarta: Yayasan Bina Kasih , 2003) hlm. 88.
[16] Wolfgang Stegeman, Injil dan Orang-orang Miskin, (Jakarta: BPK- Gunung Mulia, 1994) hlm. 2-3.