KENAKALAN REMAJA
DAN CARA PENANGGULANGANNYA
BAB
I
PENDAHULUAN
Fase hidup
manusia berawal dari masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan kemudian menjadi
orang tua. Hal ini, tidak lebih merupakan suatu proses yang wajar dan
berkesinambungan dari tahap-tahap pertumbuhan yang harus dilalui oleh seorang
manusia. Setiap masa pertumbuhan memiliki ciri-ciri tersendiri. Masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Demikian pula dengan masa remaja. Masa
remaja sering dikenal dengan istilah masa “peralihan”. Masa peralihan tersebut
adalah perubahan dari masa kanak-kanak menuju tingkatan yang lebih dewasa.
Seorang remaja sudah tidak lagi dapat dikatakan sebagai kanak-kanak, namun
masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa. Mereka sedang mencari
pola hidup yang paling sesuai baginya. Remaja ini, sering melakukannya melalui
metode coba-coba, walaupun melalui banyak kesalahan.
Kenakalan remaja biasanya dilakukan oleh
remaja-remaja yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan kedewasaan. Pada masa remaja,
seorang anak yang baru mengalami pubertas, seringkali menampilkan beragam
gejolak emosi. Beragamnya emosi yang ada, muncul dalam bebagai bentuk,
misalnya: sikap menarik diri dari keluarga, kurang percaya diri, mudah marah,
bergaul terlalu bebas, dan lain sebagainya. Hal tersebut berdampak pada
lingkungan keluarga, sekolah, maupun pertemanannya.
Di era
modern ini, kenakalan remaja sudah melebihi batas yang sewajarnya. Banyak anak
dibawah umur yang sudah mengenal rokok,
narkoba, freesex, dan terlibat pada tindakan-tindakan kriminal.
Hal ini menambah panjang daftar kriminalitas di Indonesia. Akibatnya, para
orangtua mengeluhkan perilaku anak-anaknya yang tidak dapat diatur, bahkan
terkadang bertindak melawan mereka. Bila hal tersebut dibiarkan maka akan
muncul berbagai dampak negatif lainnya. Dengan adanya dampak
negatif yang ditimbulkan, maka perlu adanya usaha untuk menanggulanginya. Oleh
sebab itu, untuk memahami masalah kenakalan remaja dan bagaimana cara
penanggulangannya, Penulis akan membahasnya dalam karya tulis ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
Untuk memahami lebih jauh tentang kenakalan remaja
maka perlu diketahui beberapa hal sebagai berikut:
- Pengertian Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja bukanlah perbuatan
kurang baik, tidak menurut, suka mengganggu dan lain sebagainya. Kenakalan
remaja adalah perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh seseorang di usia
remajanya.[1]
Rentang pelanggaran hukum yang dilakukan sangat luas. Hal ini meliputi
pelanggaran kecil, misalnya: membuang sampah tidak pada tempatnya, sampai ke
pelanggaran besar yaitu membunuh.[2]
Jadi, luasnya konsep kenakalan remaja bergantung pada hukum yang berlaku di
lingkungan mereka, termasuk hukum khusus untuk remaja.
Dari hal tersebut muncul adanya
istilah kenakalan remaja dan kejahatan remaja. Perbedaan antara kenakalan
remaja dan kejahatan remaja terdapat dalam bentuk pelanggarannya. Kenakalan
remaja merupakan perbuatan yang melanggar norma budaya bagi remaja. Misalnya:
merokok, minum-minuman keras, berjudi, berhubungan seks, keluar pada “jam
malam” dan lain sebagainya. Sedangkan kejahatan remaja adalah perilaku yang
melanggar bukan hanya budaya tetapa hukum yang berlaku secara universal. Misalnya:
pencurian, perampokan, pembakaran dan lain-lain. Jumlah kenakalan
remaja tidak
dapat dipastikan, mengingat modermisasi yang terus menerus berkembang. Namun,
dapat diprediksikan bahwa kenakalan remaja terus menerus meningkat dari waktu
ke waktu meningat adanya berbagai macam kasus kenakalan remaja yang semakin
banyak ditemukan di Indonesia.
Sebelum memahami kenakalan remaja lebih lanjut perlu
diketahui golongan yang disebut remaja memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Masa pra-pubertas (12 - 13 tahun)
Masa
ini disebut juga masa pueral, yaitu masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja.
Pada anak perempuan, masa ini lebih singkat dibandingkan dengan anak laki-laki.
Pada masa ini, terjadi perubahan yang besar pada remaja, yaitu meningkatnya
hormon seksualitas dan mulai berkembangnya organ-organ seksual serta
organ-organ reproduksi remaja.[3] Di
samping itu, perkembangan intelektualitas yang sangat pesat juga terjadi pada
fase ini. Akibatnya, remaja-remaja ini cenderung bersikap suka mengkritik
(karena merasa tahu segalanya), yang sering diwujudkan dalam bentuk
pembangkangan ataupun pembantahan terhadap orang tua, mulai menyukai orang
dewasa yang dianggapnya baik, serta menjadikannya sebagai figure panutannya.
2.
Masa pubertas (14 - 16 tahun)
Masa
ini disebut juga masa remaja awal, dimana perkembangan fisik mereka begitu
menonjol. Remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga
bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini,
emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon
seksualnya yang begitu pesat.[4]
Keinginan seksual juga mulai kuat muncul pada masa ini. Pada remaja wanita
ditandai dengan datangnya menstruasi yang pertama, sedangkan pada remaja pria
ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama. Remaja akan merasa bingung
dan malu akan hal ini, sehingga orang tua harus mendampinginya serta memberikan
pengertian yang baik dan benar tentang seksualitas.
3.
Masa akhir pubertas (17 - 18 tahun)
Pada
masa ini, remaja yang mampu melewati masa sebelumnya dengan baik, akan dapat
menerima kodratnya, baik sebagai laki-laki maupun perempuan. Mereka juga bangga
karena tubuh mereka dianggap menentukan harga diri mereka. Masa ini berlangsung
sangat singkat. Pada remaja putri, masa ini berlangsung lebih singkat daripada
remaja pria, sehingga proses kedewasaan remaja putri lebih cepat dicapai
dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah
tercapai sepenuhnya. Namun kematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.
4.
Periode remaja Adolesen (19 - 21 tahun)
Pada
periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi
fisik, emosi, maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari berbagai macam hal yang
abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari pikiran
mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkritik itu lebih mudah daripada
menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti
cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta
sifat-sifat yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini.
Dari uraian di atas, dapat disipulkan bahwa
kenakalan remaja adalah suatu perilaku menyimpang dari norma yang ada di
lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekollah maupun lingkungan tempat
tinggal.
- Ciri-ciri Kenakalan Remaja
Pada dasarnya kenakalan remaja
menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang
hidup di dalam lingkungannya. Beberapa ciri-ciri munculnya kenakalan remaja
adalah :
1.
Membantah perintah orang tua.
2.
Mulai berbohong demi kepentingannya sendiri atau
kepentingan pergaulannya dalam suatu komunitas.
3.
Melanggar norma yang berlaku di keluarga dan
lingkungan.
4.
Memunculkan perilaku yang tidak sewajarnya
dilakukan.
Dalam hal ini yang bertanggung jawab menolong remaja
dalam proses pencarian jati dirinya adalah pihak orang tua, pendidik dan
konselor Kristen (gereja). Dasar Alkitab mengapa remaja perlu dibimbing dan
dididik adalah agar mereka tidak melakukan penyimpangan pada mas tuanya,
seperti yang terdapat padan nats berikut ini:
“Didiklah orang muda menurut jalan yang patut
baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan
itu.” (Amsal 22:6).[5]
- Jenis-jenis Kenakalan Remaja
Kenakalan remaja memiliki bermacam-macam bentuk.
Menurut Alan Ros, ada 3 bentuk kenakalan remaja:
1.
Kenakalan Implusif

2.
Kenakalan Sosialisasi
Kenakalan bentuk ini adalah kenakalan remaja yang
muncul karena kurang sosialisai. Kenakalan ini terjadi karena remaja belum
mengembangkan pengendalian batin untuk tidak melakukan perbuatan antisosial.[7]
Kenakalan aseperti ini biasanya disebabkan karena keluarga gagal
mensosialisasikan anak karena tidak menyalahkan tindakan antisosial dan
mengaburkan perbedaan antara yang dapat diterima dan tidak dapat diterima.
3.
Kenakalan Sosial
Kenakalan sosial yaitu kenakalan remaja karena
mengikuti norma dan standart teman sebaya atau anggota kelompoknya.[8]
Pelaku kenakalan ini mungkin sudah mengembangkan kemampuan mengendalikan
perbuatannya, namun ia menyerah kepada norma lingkungan sosialnya yang
antisosial dan bertentangan dengan tujuan dan norma lingkungan sosial yang
lebih luas.
D.
Faktor yang Mempengaruhi Kenakalan Remaja
Perilaku ‘nakal’ remaja
bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun
faktor dari luar (eksternal).
1. Faktor
internal:
a.
Krisis identitas
Perubahan
biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk
integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam
kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja
terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.[9]
b. Kontrol diri yang lemah
Remaja
yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima
dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun
bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun
tidak bisa mengembangkan control diri untuk bertingkah laku sesuai dengan
pengetahuannya.
2. Faktor
eksternal:
a.
Keluarga
Perceraian
orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan
antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan
yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan
pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi
penyebab terjadinya kenakalan remaja.
b.
Teman sebaya yang kurang baik
Di kalangan remaja, memiliki banyak
kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak kawan,
makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat memiliki
teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di kota
itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak orang
terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan hanya
membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua juga
senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan tertentu
tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Apabila hal ini tidak
dapat dikendalikan, pergaulan tersebut pada akhirnya akan menimbulkan
kekecewaan. Sebab kawan dari kalangan tertentu mempunyai gaya hidup yang
tertentu pula. Apabila si remaja berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai
modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi
frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa
kekecewaannya itu pada narkotika, minuman keras, dan lain sebagainya.
c. Komunitas
Dalam hal ini, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak
dipengaruhi oleh komunitas lingkungan sekolah dan tempat tinggal. Komunitas
yang kurang baik merangsang munculnya sikap-sikap yang kurang baik pada anak.[10]
Pada akhirnya anak mengalami penyimpangan norma yang selanjutnya disebut
sebagai kenakalan remaja.
E.
Cara Penanggulangan Masalah Kenakalan
Remaja
Masalah kenakalan remaja sebenarnya bukan hanya
menjadi tanggung jawab remaja itu sendiri tetapi berbagai pihak. Penanganan
masalah remaja yang muncul tidak dapat dilakukan secara instan, melainkan ada langkah-langkah
yang perlu dilakukan oleh para orang tua, pendidik, maupun konselor Kristen.
Langkah-langkah dalam penanggulangan masalah remaja tersebut adalah:
1. Mengidentifikasi
masalah
Untuk mengetahui masalah yang akan timbul, maka
perlu diadakan identifikasi masalah pada kenakalan remaja. Identifikasi masalah
ini berguna untuk menolong konselor (baik pihak orang tua, pendidik maupun
konselor Kristen), dalam menemukan masalah-masalah kecil yang timbul.
Masalah-masalah kecil ini, apabila dibiarkan akan memicu masalah-masalah lain
yang lebih besar. Oleh sebab itu sebelum masalah tersebut berlarut-larut maka
dilakukan identifikasi masalah pada remaja.
Pihak konselor perlu melihat, apakah ada hal-hal
yang menghambat remaja dalam belajar, bergaul, ataupun bersosialisasi dengan
lingkungannya. Bila ada, segera dilakukan tahap berikutnya, yaitu mendiagnosa
ciri kenakalan remaja apa yang muncul, yang ditimbulkan dari
kesulitan-kesulitan yang dialami oleh remaja tersebut.
2. Melakukan
diagnosa terhadap ciri-ciri kenakalan yang muncul.
Diagnosa ini berfungsi untuk memprediksi munculnya
kenakalan remaja yang akan dilakukan. Diagnosa dilakukan dengan melihat
pelanggaran-pelanggaran dan penyimpangan-penyimpangan kecil yang dilakukan oleh
remaja. Dengan mendiagnosa lewat ciri yang dimunculkan oleh remaja, maka pihak
konselor akan dapat melakukan tindakan preventif terhadap remaja tersebut.
3. Mengantisipasi
(Preventif).
Setelah memahami bentuk-bentuk kenakalan remaja yang
akan muncul melalui proses diagnosa, maka berikutnya dapat dilakukan usaha
pencegahan lewat antisipasi yang dilakukan oleh pihak konselor. Antisipasi ini
dapat dilakukan dengan memberikan nasihat-nasihat, penyuluhan akan bahaya free sex, alkohol, narkotika, dan lain
sebagainya.
4. Menyembuhkan
(Kuratif).
Usaha kuratif dilakukan apabila remaja yang
dikonselingi telah terlanjur melakukan bentuk-bentuk kenakalan remaja. Usaha
penyembuhan yang dapat ditempuh adalah dengan mengkonselingi anak secara
pribadi dan mendampingi anak dalam bentuk-bentuk pergaulan yang ia lakukan.
Bila hal ini dirasa kurang cukup, anak dapat dimasukkan ke dalam tempat
rehabilitasi narkoba, alkohol, dan tempat lainnya, yang dipandang dapat
membantu dalam usaha penyembuhan tersebut. Namun, konselor tetap harus
memberikan dukungan dan memantau perkembangan remaja.
5. Memantau
perkembangan anak.
Bila langkah-langkah diatas telah ditempuh, maka
yang tidak kalah pentingnya adalah memantau keseluruhan kegiatan remaja. Dalam
memantau ini bukan berarti konselor memagari konseli dengan aturan-aturan yang
sebegitu rupa, tetapi konselor mengawasi dan mengarahkan kegiatan-kegiatan yang
diambil oleh remaja, agar disesuaikan dengan bakat dan minatnya. Selain itu,
kehidupan remaja adalah suatu proses, sehingga tidak dapat dibiarkan tanpa
adanya pemantauan yang berkesinambungan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian dan berbagai macam
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja merupakan suatu
sikap pelanggaran terhadap norma budaya yang ada di lingkungannya, baik di
lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, maupun lingkungan masyarakat
sekitarnya. Kenakalan remaja sendiri ada tiga macam, yaitu Kenakalan
Implusif, Kenakalan Sosialisasi dan Kenakalan Sosial. Kenakalan Implusif terjadi
karena remaja tidak dapat mengendalikan diri pada daya tarik objek kenakalan,
walaupun remaja tersebut tahu bahwa hal itu salah. Kenakalan Sosialisasi muncul
karena kurangnya sosialisasi dari orang tua terhadap anak, mengenai peraturan
norma-norma dan budaya yang berkembang di lingkungan remaja tersebut. Sedangkan
Kenakalan Sosial muncul karena remaja mengikuti norma dan standart teman sebaya
atau anggota kelompoknya.
Kenakalan remaja yang ada disebabkan oleh pengaruh
internal dan eksternal. Pengaruh internal berasal dari dalam diri remaja,
sedangkan pengaruh eksternal muncul dari lingkungan remaja tersebut.
Munculnya kenakalan remaja diawali oleh ciri-ciri dalam diri anak, seperti: membantah
perintah orang tua, melanggar norma yang berlaku di keluarga dan lingkungan,
dan memunculkan perilaku yang tidak sewajarnya dilakukan. Untuk mencegah
kenakalan remaja lebih lanjut, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi
ciri-ciri yang muncul dan mengadakan penyelesaian. Penyelesaiannya dapat
ditempuh dengan beberapa cara sesuai dengan bentuk ciri kenakalan remaja yang
muncul.
Dalam prakteknya, kenakalan remaja berawal dari
lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan inti tumbuh dan berkembangnya
remaja tersebut. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan remaja, baik fisik maupun psikis anak. Oleh sebab
itu, perkembangan remaja dan masalah kenakalan remaja bukan semata-mata menjadi
tanggung jawab remaja itu sendiri tetapi juga tanggung jawab orang tua,
pendidik, dan juga konselor Kristen yang ada.
B.
Saran
Penulis memberikan saran-saran
untuk mencegah munculnya kenakalan remaja sebagai bentuk penanggulangan dini
bagi anak. Langkah yang ditempuh dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai
berikut:
- Pihak orang tua hendaknya memberikan perhatian terhadap pergaulan anak. Dengan demikian para orang tua dapat mengontrol tindakan-tindakan anak yang dipandang akan mengarah pada hal-hal tindak kenakalan remaja, sehingga dapat dialihkan kepada hal-hal yang benar dan bermanfaat.
- Pihak Pendidik hendaknya memberikan penyuluhan terhadap anak mengenai bahaya kenakalan remaja.
- Pihak gereja dalam hal ini konselor Kristen, hendaknya memberikan pemahaman terhadap norma-norma dan penanaman nilai-nilai Kristiani berkenaan dengan sikap remaja. Selain itu pengenalan dan pemahaman akan bahaya dosa juga perlu disertakan sebagai wujud sanksi yang adil yang berasal dari Tuhan, yang tidak boleh dilanggar oleh remaja tersebut.
Bila kolaborasi antar pihak dapat
terjalin dengan baik, maka diharapkan masalah kenakalan remaja dapat berkurang.
Berkurangnya kenakalan remaja bergantung pada pihak-pihak yang mau menolong
para remaja tersebut yang sedang dalam masa pencarian jati diri.
DAFTAR
PUSTAKA

Gunarso, Singgih D. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT. Gramedia,1988.
John W.,
Santrock. Adolescence An introduction
(Dubuque: Wm. C. Brown Company Publisher, 1982), 566.
Joshepson, Michael S. dkk. Menumbuhkan 6 Sikap Remaja Idaman (Panduan
Bagi Orang Tua). Bandung: Kaifa, 2003.
Kartono,
Kartini. Psikologi Remaja. Bandung:
PT. Rosda Karya,1988.
Meier,
Paul dan Jan Meier. Menjadi Remaja Yang
Bahagia. Yogyakarta: ANDI Offset, 2001.
Narramore,
Bruce. Mengapa Anak-anak Berkelakuan
Buruk. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999.
Otis, Don S. Membina Anak Bermoral. Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 2003.
Subagyo,
Andreas B. Tampil Laksana Kencana.
Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2003.
Surbakti,
EB. Kenakalan Orang Tua Penyebab
Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia,
2008.
[1] Andreas B. Subagyo, Tampil Laksana Kencana (Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 2003), 113.
[2] Santrock John W., Adolescence An introduction (Dubuque:
Wm. C. Brown Company Publisher, 1982), 566.
[3] Singgih D.
Gunarso, Psikologi Perkembangan. (Jakarta:
PT. Gramedia,1988), 67.
[4] Ibid., 68.
[5] , Alkitab(Jakarta: LAI, 2006), 702.
[6] Santrock, Adolescence An introduction. . . , 115.
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Bruce,
Narramore. Mengapa Anak-anak Berkelakuan
Buruk (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999), 89.
[10] Don S. Otis, Membina Anak Bermoral (Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 2003), 55.