KETAATAN NUH DALAM
PERJANJIAN LAMA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ketaatan adalah suatu sikap yang mau tunduk untuk
menurut kepada peraturan atau suatu ketetapan. Ketetapan yang dilanggar
biasanya akan mendatangkan sangsi atau hukuman. Pelanggaran dalam ketaatan
sudah dimulai sejak kehidupan Adam dan Hawa. Akibat pelanggaran Adam dan Hawa.
Maka mereka jatuh kedalam dosa dan mendapatkan hukuman. Dalam Kejadian 3:15-19
adalah hukuman yang harus ditanggung oleh Adam dan Hawa karena akibat dari
ketidaktaatan Adam dan Hawa mengakibatkan semua manusia menjadi berdosa.
Kebanyakan manusia mengandalkan kekuatannya sendiri
dan tidak taat kepada Tuhan. Manusia cenderung melakukan hal-hal yang
mengandalkan kekuatannya sendiri (Amsal 3:5). Belajar mempunyai ketaatan sangat
dibutuhkan, karena pengertian manusia saja akan sia-sia tanpa adanya campur
tangan Tuhan.
Nuh adalah salah satu tokoh Alkitab dalam Perjanjian
Lama yang memiliki ketaatan kepada Tuhan. Pada zaman Nuh, banyak orang yang
tidak taat dan mengikuti nafsu mereka sendiri, sehingga Tuhan menghukum manusia
dengan menurunkan air bah untuk memusnahkan manusia. Tetapi Nuh adalah orang
yang hidup berkenan dimata Allah. Kehidupan Nuh menjadi contoh kehidupan
sekarang bahwa manusia harus taat kepada perintah Tuhan.
B. Tujuan Penulisan
1.
Untuk memberi contoh pandangan ketaatan dalam kehidupan
orang Kristen masa kini.
2.
Untuk menunjukkan manfaat ketaatan kepada Tuhan.
C. Batasan Masalah
Batasan
masalah dalam paper ini adalah dalam Kejadian 6:9-22, Kejadian 7:1-24, dan
Kejadian 8:1-22.
BAB II
KETAATAN NUH KEPADA
ALLAH
A.
Pengertian
Ketaatan Nuh
Ketaatan
menggambarkan pikiran yang menyerah pada bujukan dan tunduk kepada kekuasaan
menurut Alkitab, Allah menuntut bahwa wahyu-Nya diindahkan sebagai aturan untuk
hidup manusia seutuhnya. Jadi ketaatan kepada Allah cukup luas untuk mencakup
keseluruhan agama alkitabiah dan moralitas. Dalam Perjanjian Lama, ketaatan
ditekankan sebagai perintah-Nya, bila umat-Nya ingin menikmati kemurahan-Nya
(Kel. 19:5)[1]
B.
Nuh adalah
seorang yang benar di mata Allah
Nuh
adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang (Kej. 6:9).
Di tengah kefasikan dan kejahatan yang merajalela ketika itu (ayat 5), Allah
menemukan dalam diri Nuh seseorang yang benar dan yang masih berusaha untuk
berhubungan dengan-Nya[2].
“Tidak
bercela di antara orang-orang sejamannya”, menunjuk bahwa Nuh memisahkan diri
dari kejahatan moral masyarakat di sekitarnya. Karena Nuh adalah orang benar
yang takut akan Allah dan tidak menyetujui pandangan dan kelakuan umum yang
popular, Nuh berkenan kepada Allah (ayat 8; 7:1). Kebenaran dalam hidup Nuh ini
dihasilkan oleh kasih karunia Allah, oleh iman Nuh dan pergaulannya dengan
Allah (ayat 9). Oleh kemurahan dan kasih karunia Allah yang diterima melalui iman
sehingga menghasilkan usaha yang tulus untuk bergaul dengan Allah dan hidup
terpisah dari angkatan yang jahat (ayat 22; 7:5, 9, 10). Dalam Ibrani 11:7
dikatakan bahwa Nuh ditentukan untuk menerima kebenaran sesuai dengan imannya.
C.
Ketaatan Nuh
meliputi:
1. Nuh
taat terhadap Firman Tuhan
Ketika
diberitahukan tentang air bah, Nuh percaya atas hal yang belum dapat dilihat.
Nuh percaya pada peringatan Allah bahwa Allah akan menghakimi dunia 120 tahun
kemudian (6:3). Ketaatan Nuh yang memegang teguh janji Tuhan sebagai dasar
membuatnya melakukan semua yang Tuhan perintahkan[3].
Orang Kristen harus berusaha
menghargai Firman Allah seperti pribadi Allah sendiri. Meskipun janji Firman
Allah belum dilihat, tetapi inilah pijakan Iman Nuh yang mau mempercayai janji
Allah.
2. Ketaatan
Nuh dalam menyiapkan bahtera
Nuh memeprsiapkan bahtera dengan
takut akan Allah. Nuh yang percaya bahwa air bah akan dating dan semua manusia
di bumi dibinasakan sesuai dengan Firman Allah, menyiapkan bahtera dengan takut
akan Allah. Itulah kehidupan rohani yang bersiap dengan takut akan Allah untuk
kehidupan kekal[4].
Nuh membuat bahtera sebagai bentuk
ketaatannya dalam memenuhi apa yang Tuhan perintahkan. Tidak ada keselamatan
bagi Nuh kecuali masuk ke dalam bahtera. Di luar pengalaman dan dugaan Nuh, ia
serta keluarganya dikungkung dalam ruangan yang gelap agar selamat. Bahtera
tiga tingkat yang panjangnya 150 m, lebarnya 25 m, dan tingginya 15m itu pada
hakekatnya adalah penjara. Untuk bisa selamat dari air bah, Nuh harus rela
menjalani penderitaan dan kegelapan akibat disekap dalam penjara karena
ketaatannya yang sukarela kepada Allah, maka Nuh menjadi penyelamat bagi
keluarganya yang percaya kepadanya dan kepada Tuhan.
3. Ketaatan
Nuh saat dalam bahtera
Pada
waktu air bah sudah tiba, Nuh taat untuk masuk ke dalam bahtera. “Pada hari itu
juga masuklah Nuh serta Sem, Ham, dan Yafet, anak-anak Nuh, dan istri Nuh, dan
ketiga istri anak-anaknya bersama-sama dengan dia, ke dalam bahtera itu, …”
(Kel. 7:13-16). Nuh juga taat untuk mengisi bahtera tersebut dengan hewan-hewan
yang sesuai dengan Tuhan perintahkan. “Dari segala binatang yang tidak haram
haruslah kau ambil tujuh pasang, jantan dan betinanya, tetapi dari binatang
yang haram satu pasang, jantan dan betinanya; juga dari burung-burung di udara
tujuh pasang, jantan dan betina, supaya terpelihara hidup keturunannya di
seluruh bumi” (Kej. 7:2-3). Nuh dengan setia melakukan apa yang Tuhan
perintahkan.
Tuhan menutup pintu bahtera itu
dibelakang Nuh menunjukkan dua hal yang penting yaitu:
a.
Mulai saat itu, Allah berkuasa mengatur bahtera itu
secara keseluruhan dan memelihara semua yang hidup di dalamnya.
b.
Semua yang terkurung di dalam bahtera itu menjadi
seperti tawanan di dalamnya. Mulai saat itu mereka menjadi tawanan Allah yang
mendapat kebebasan kehidupan yang benar.
Dalam Kejadian 8:15-19 dikatakan
bahwa, “Lalu berfirmanlah Allah kepada Nuh … segala binatang liar, segala
binatang melata, dan segala burung, semua yang bergerak di bumi, masing-masing
menurut jenisnya, keluarlah juga dari bahtera itu.” Dalam ayat ini menjelaskan
bahwa Nuh baru keluar dari bahtera dan turun ke darat setelah diperintahkan
oleh Allah. Nuh yang telah mengetahui bahwa tanah telah kering tentu ingin
sekali keluar dari bahtera, namun ia bersabar dan menunggu sampai Allah memberi
perintah, itulah ketaatan.
D.
Hasil dari Ketaatan
Nuh.
Hasil
dari ketaatan Nuh adalah perjanjian Allah yang menyelamatkan. Perjanjian
merupakan deklarasi tentang hubungan masa depan dua pihak, suatu komitmen,
berdasarkan kesepakatan, untuk memulai suatu hubungan serta memelihara dan mengembangkannya pada
masa-masa yang akan datang[5].
Allah
mengadakan perjanjian dengan Nuh terlihat dalam Kejadian 6:18-19. “Dengan
engkau Aku akan mengadakan perjanjian-Ku, dan engkau akan masuk ke dalam
bahtera itu: … dan dari segala yang hidup, dari segala makhluk … supaya
terpelihara hidupnya bersama-sama dengan engkau.” Perjanjian yang sama diulang
setelah air bah surut (Kej. 9:9-10). Perjanjian itu dibuat bukan hanya dengan
Nuh, melainkan juga dengan setiap makhluk hidup. Komitmen Allah mencakup
kesejahteraan seluruh komunitas ciptaan. Allah menjanjikan damai sejahtera,
keselamatan, dan hidup yang kekal.
BAB
III
KESIMPULAN
Dari uraian di atas,
penulis menyimpulkan bahwa ketaatan dibutuhkan dalam hubungan manusia dengan
Tuhan. Tanpa ketaatan manusia tidak akan mengetahui dan mengalami rencana Tuhan
yang indah dalam kehidupannya.
Nuh memiliki
ketaatan yang teguh kepada Tuhan. Nuh mau melakukan perintah Tuhan dan
mempercayai apa yang belum dilihatnya. Dengan iman yang berpegang pada Allah,
Nuh melakukan dengan setia dan tanpa ragu meskipun banyak tantangan yang
menghadangnya. Nuh tidak hanya percaya kepada Tuhan, tetapi juga memegang janji
Tuhan dalam hidupnya. Hasil ketaatan Nuh adalah damai sejahtera, keselamatan,
dan hidup yang kekal. Dengan sikap hatinya Nuh itu, janji Tuhan dinyatakan
dalam hidupnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang: Gandum Mas, 1998.
Atkinson, David. Kejadian 1-11. Jakarta: LAI, 1996.
Bergant,
Dianne dan Robert J. Karris. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z. Jakarta: IKAPI DKI Jakarta, 2008.
Yune Sun
Park, Rev., Th. M, DD. Tafsiran
Kitab Kejadian. Jatim: Departemen Literatur YPPI, 2003.
[1]
_______.Ensiklopedi Alkitab Masa KIni Jilid 2 M-Z. (Jakarta:
IKAPI DKI Jakarta,
2008), hlm. 433.
[2] _______.Alkitab
Penuntun Hidup Berkelimpahan. (Malang: Gandum Mas, 1998), hlm. 17.
[3] Rev.
Yune Sun Park, Th. M, DD. Tafsiran Kitab Kejadian. (Jatim:
YPPI, 2003), hlm. 56.
[4] Ibid,
hlm. 56-57.
[5] David
Atkinson. Kejadian 1-11. (Jakarta: LAI, 1996), hlm. 175.