Senin, 12 November 2012

Ketaatan



KETAATAN NUH DALAM PERJANJIAN LAMA

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Ketaatan adalah suatu sikap yang mau tunduk untuk menurut kepada peraturan atau suatu ketetapan. Ketetapan yang dilanggar biasanya akan mendatangkan sangsi atau hukuman. Pelanggaran dalam ketaatan sudah dimulai sejak kehidupan Adam dan Hawa. Akibat pelanggaran Adam dan Hawa. Maka mereka jatuh kedalam dosa dan mendapatkan hukuman. Dalam Kejadian 3:15-19 adalah hukuman yang harus ditanggung oleh Adam dan Hawa karena akibat dari ketidaktaatan Adam dan Hawa mengakibatkan semua manusia menjadi berdosa.
Kebanyakan manusia mengandalkan kekuatannya sendiri dan tidak taat kepada Tuhan. Manusia cenderung melakukan hal-hal yang mengandalkan kekuatannya sendiri (Amsal 3:5). Belajar mempunyai ketaatan sangat dibutuhkan, karena pengertian manusia saja akan sia-sia tanpa adanya campur tangan Tuhan.
Nuh adalah salah satu tokoh Alkitab dalam Perjanjian Lama yang memiliki ketaatan kepada Tuhan. Pada zaman Nuh, banyak orang yang tidak taat dan mengikuti nafsu mereka sendiri, sehingga Tuhan menghukum manusia dengan menurunkan air bah untuk memusnahkan manusia. Tetapi Nuh adalah orang yang hidup berkenan dimata Allah. Kehidupan Nuh menjadi contoh kehidupan sekarang bahwa manusia harus taat kepada perintah Tuhan. 

B.       Tujuan Penulisan
1.      Untuk memberi contoh pandangan ketaatan dalam kehidupan orang Kristen masa kini.
2.      Untuk menunjukkan manfaat ketaatan kepada Tuhan.

C.      Batasan Masalah
         Batasan masalah dalam paper ini adalah dalam Kejadian 6:9-22, Kejadian 7:1-24, dan Kejadian 8:1-22.

BAB II
KETAATAN NUH KEPADA ALLAH

A.      Pengertian Ketaatan Nuh
                      Ketaatan menggambarkan pikiran yang menyerah pada bujukan dan tunduk kepada kekuasaan menurut Alkitab, Allah menuntut bahwa wahyu-Nya diindahkan sebagai aturan untuk hidup manusia seutuhnya. Jadi ketaatan kepada Allah cukup luas untuk mencakup keseluruhan agama alkitabiah dan moralitas. Dalam Perjanjian Lama, ketaatan ditekankan sebagai perintah-Nya, bila umat-Nya ingin menikmati kemurahan-Nya (Kel. 19:5)[1]

B.       Nuh adalah seorang yang benar di mata Allah
                      Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang (Kej. 6:9). Di tengah kefasikan dan kejahatan yang merajalela ketika itu (ayat 5), Allah menemukan dalam diri Nuh seseorang yang benar dan yang masih berusaha untuk berhubungan dengan-Nya[2].
                      “Tidak bercela di antara orang-orang sejamannya”, menunjuk bahwa Nuh memisahkan diri dari kejahatan moral masyarakat di sekitarnya. Karena Nuh adalah orang benar yang takut akan Allah dan tidak menyetujui pandangan dan kelakuan umum yang popular, Nuh berkenan kepada Allah (ayat 8; 7:1). Kebenaran dalam hidup Nuh ini dihasilkan oleh kasih karunia Allah, oleh iman Nuh dan pergaulannya dengan Allah (ayat 9). Oleh kemurahan dan kasih karunia Allah yang diterima melalui iman sehingga menghasilkan usaha yang tulus untuk bergaul dengan Allah dan hidup terpisah dari angkatan yang jahat (ayat 22; 7:5, 9, 10). Dalam Ibrani 11:7 dikatakan bahwa Nuh ditentukan untuk menerima kebenaran sesuai dengan imannya.

C.      Ketaatan Nuh meliputi:
1.      Nuh taat terhadap Firman Tuhan
            Ketika diberitahukan tentang air bah, Nuh percaya atas hal yang belum dapat dilihat. Nuh percaya pada peringatan Allah bahwa Allah akan menghakimi dunia 120 tahun kemudian (6:3). Ketaatan Nuh yang memegang teguh janji Tuhan sebagai dasar membuatnya melakukan semua yang Tuhan perintahkan[3].
Orang Kristen harus berusaha menghargai Firman Allah seperti pribadi Allah sendiri. Meskipun janji Firman Allah belum dilihat, tetapi inilah pijakan Iman Nuh yang mau mempercayai janji Allah.

2.      Ketaatan Nuh dalam menyiapkan bahtera
Nuh memeprsiapkan bahtera dengan takut akan Allah. Nuh yang percaya bahwa air bah akan dating dan semua manusia di bumi dibinasakan sesuai dengan Firman Allah, menyiapkan bahtera dengan takut akan Allah. Itulah kehidupan rohani yang bersiap dengan takut akan Allah untuk kehidupan kekal[4].
Nuh membuat bahtera sebagai bentuk ketaatannya dalam memenuhi apa yang Tuhan perintahkan. Tidak ada keselamatan bagi Nuh kecuali masuk ke dalam bahtera. Di luar pengalaman dan dugaan Nuh, ia serta keluarganya dikungkung dalam ruangan yang gelap agar selamat. Bahtera tiga tingkat yang panjangnya 150 m, lebarnya 25 m, dan tingginya 15m itu pada hakekatnya adalah penjara. Untuk bisa selamat dari air bah, Nuh harus rela menjalani penderitaan dan kegelapan akibat disekap dalam penjara karena ketaatannya yang sukarela kepada Allah, maka Nuh menjadi penyelamat bagi keluarganya yang percaya kepadanya dan kepada Tuhan.

3.      Ketaatan Nuh saat dalam bahtera
            Pada waktu air bah sudah tiba, Nuh taat untuk masuk ke dalam bahtera. “Pada hari itu juga masuklah Nuh serta Sem, Ham, dan Yafet, anak-anak Nuh, dan istri Nuh, dan ketiga istri anak-anaknya bersama-sama dengan dia, ke dalam bahtera itu, …” (Kel. 7:13-16). Nuh juga taat untuk mengisi bahtera tersebut dengan hewan-hewan yang sesuai dengan Tuhan perintahkan. “Dari segala binatang yang tidak haram haruslah kau ambil tujuh pasang, jantan dan betinanya, tetapi dari binatang yang haram satu pasang, jantan dan betinanya; juga dari burung-burung di udara tujuh pasang, jantan dan betina, supaya terpelihara hidup keturunannya di seluruh bumi” (Kej. 7:2-3). Nuh dengan setia melakukan apa yang Tuhan perintahkan.
Tuhan menutup pintu bahtera itu dibelakang Nuh menunjukkan dua hal yang penting yaitu:
a.         Mulai saat itu, Allah berkuasa mengatur bahtera itu secara keseluruhan dan memelihara semua yang hidup di dalamnya.
b.         Semua yang terkurung di dalam bahtera itu menjadi seperti tawanan di dalamnya. Mulai saat itu mereka menjadi tawanan Allah yang mendapat kebebasan kehidupan yang benar.
Dalam Kejadian 8:15-19 dikatakan bahwa, “Lalu berfirmanlah Allah kepada Nuh … segala binatang liar, segala binatang melata, dan segala burung, semua yang bergerak di bumi, masing-masing menurut jenisnya, keluarlah juga dari bahtera itu.” Dalam ayat ini menjelaskan bahwa Nuh baru keluar dari bahtera dan turun ke darat setelah diperintahkan oleh Allah. Nuh yang telah mengetahui bahwa tanah telah kering tentu ingin sekali keluar dari bahtera, namun ia bersabar dan menunggu sampai Allah memberi perintah, itulah ketaatan.

D.      Hasil dari Ketaatan Nuh.
                      Hasil dari ketaatan Nuh adalah perjanjian Allah yang menyelamatkan. Perjanjian merupakan deklarasi tentang hubungan masa depan dua pihak, suatu komitmen, berdasarkan kesepakatan, untuk memulai suatu hubungan serta memelihara dan mengembangkannya pada masa-masa yang akan datang[5].
                      Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh terlihat dalam Kejadian 6:18-19. “Dengan engkau Aku akan mengadakan perjanjian-Ku, dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu: … dan dari segala yang hidup, dari segala makhluk … supaya terpelihara hidupnya bersama-sama dengan engkau.” Perjanjian yang sama diulang setelah air bah surut (Kej. 9:9-10). Perjanjian itu dibuat bukan hanya dengan Nuh, melainkan juga dengan setiap makhluk hidup. Komitmen Allah mencakup kesejahteraan seluruh komunitas ciptaan. Allah menjanjikan damai sejahtera, keselamatan, dan hidup yang kekal.

BAB III
KESIMPULAN

                            Dari uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa ketaatan dibutuhkan dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Tanpa ketaatan manusia tidak akan mengetahui dan mengalami rencana Tuhan yang indah dalam kehidupannya.
                            Nuh memiliki ketaatan yang teguh kepada Tuhan. Nuh mau melakukan perintah Tuhan dan mempercayai apa yang belum dilihatnya. Dengan iman yang berpegang pada Allah, Nuh melakukan dengan setia dan tanpa ragu meskipun banyak tantangan yang menghadangnya. Nuh tidak hanya percaya kepada Tuhan, tetapi juga memegang janji Tuhan dalam hidupnya. Hasil ketaatan Nuh adalah damai sejahtera, keselamatan, dan hidup yang kekal. Dengan sikap hatinya Nuh itu, janji Tuhan dinyatakan dalam hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. Malang: Gandum Mas, 1998.
Atkinson, David. Kejadian 1-11. Jakarta: LAI, 1996.
Bergant, Dianne dan Robert J. Karris. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini Jilid 2 M-Z. Jakarta: IKAPI DKI Jakarta, 2008.
Yune Sun Park, Rev., Th. M, DD. Tafsiran Kitab Kejadian. Jatim: Departemen Literatur YPPI, 2003.


[1] _______.Ensiklopedi Alkitab Masa KIni Jilid 2 M-Z. (Jakarta: IKAPI DKI Jakarta, 2008), hlm. 433.
[2] _______.Alkitab Penuntun Hidup Berkelimpahan. (Malang: Gandum Mas, 1998), hlm. 17.
[3] Rev. Yune Sun Park, Th. M, DD. Tafsiran Kitab Kejadian. (Jatim: YPPI, 2003), hlm. 56.
[4] Ibid, hlm. 56-57.
[5] David Atkinson. Kejadian 1-11. (Jakarta: LAI, 1996), hlm. 175.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar