Senin, 07 Mei 2012

PL, Ratu Wasti


MENGUAK ALASAN DIBALIK PENOLAKAN RATU WASTI TERHADAP PERMINTAAN RAJA AHASYWROS

BAB I
PENDAHULUAN
“No Woman No Cry” adalah ungkapan yang familiar yang memiliki pengertian tidak ada wanita tidak masalah. Dalam Alkitab ada seorang raja yang tidak dianggap oleh “wanitanya” sendiri. Inilah yang dialami oleh raja Ahasyweros. Dengan kekuasaan yang ia miliki pastilah setiap wanita akan tunduk kepadanya. Tetapi diluar perkiraan, ratu Wasti tidak tunduk dalam otoritas raja. Ratu Wasti menolak permintaan raja yang “sederhana” itu. Dengan penolakan ratu Wasti maka raja Ahayweros mengambil keputusan untuk menggeser kedudukan ratu Wasti dengan ratu yang baru. Raja Ahasyweros juga tidak berlarut dalam kesedihan bahkan setelah kejadian tersebut raja tetap memfokuskan rencana penyerangannya kesejumlah daerah yang hendak ia tahlukkan.
Dalam konsep PL sendiri muncul dan berkembang adanya eksploitasi wanita. Wanita diperlakukan sewenang-wenang oleh laki-laki karena budaya yang berkembang dalam zaman PL adalah budaya Patriakal. Dalam Alkitab khususnya di PL budaya Patriakal sangat menonjol. Hanya beberapa kitab dalam PL yang mengekspose peran feminisme dalam perjuangan. Salah satunya adalah kitab Ester. Dalam kisahnya Ester menjadi seorang ratu yang berjuang mempertahankan kehidupan orang Yahudi dari rencana pemusnahan yang dirancangkan oleh Haman. Yang menarik dari kitab Ester ini adalah Ester diangkat menjadi ratu karena Wasti yang menjadi ratu sebelum Ester dipecat oleh raja Ahasyweros akibat permintaannya yang ditolak Wasti. Yang mengusik keingintahuan Penulis adalah apakah alasan yang melatar belakangi penolakan ratu Wasti terhadap permintaan raja Ahasyweros yang hanya menginginkan ratu Wasti diperlihatkan didepan sida-sida dalam pesta raja?. Apakah hanya sekedar karena ratu Wasti sibuk dengan pesta yang ia adakan sendiri atau karena adanya budaya eksploitasi wanita yang berkembang saat itu membuat ratu Wasti memberontak terhadap titah raja?. Alkitab tidak menjelaskan secara detail tentang hal tersebut. Oleh sebab itu berikut Penulis akan mengupasnya dalam pembahasan ini yaitu “Alasan dibalik penolakan ratu Wasti terhadap permintaan raja Ahasyweros”.

BAB II
ALASAN DIBALIK PENOLAKAN RATU WASTI TERHADAP PERMINTAAN RAJA AHASYWEROS

A.    Latar Belakang Budaya Pesta di Persia
Setelah kerajaan Babel direbut dan diganti oleh kerajaan Persia pada tahun 539 SM, pusat pemerintahan bagi orang Yahudi buangan berpindah ke Persia yang ber-ibukota di Susan. Berpesta adalah sebagian kehidupan sosial yang penting untuk raja-raja Persia. Raja sering membuat perjamuan atau pesta makan besar untuk pejabatnya dan kadang-kadang juga untuk masyarakat umum. Kalau banyak orang diundang, pesta itu diadakan di luar yaitu di taman halaman yang dihiasi khusus untuk pesta. [1]
Pesta sering diadakan oleh para penguasa untuk memperingati hari kemenangan, pesta untuk menjamu tamu, pesta menggalang dukungan daerah sekitar dan lain sebagainya. Dalam budaya Persia biasanya raja mengajak berpesta para laki-laki dan menyediakan minuman anggur untuk memeriahkan suasana. Sedangkan bagi para wanita diadakan pesta yang berbeda dan tidak bercampur dengan para laki-laki.
B.     Sejarah Raja Ahasyweros
Raja Ahasyweros adalah raja Persia. Ayahnya bernama Darius I yang menjadi raja Persia sebelumnya. Ibunya bernama Atossa, dan istrinya  Amestris. Ahasyweros lahir di Persia tahun 159 BC dan wafat  tahun 465 BC dalam usianya yang ke-54 tahun. Ahasyweros merajai 127 provinsi di daerah India sampai ke Etiopia (Ester 1:1). [2]
Dia adalah salah satu raja yang terkenal pada zaman itu, namun dalam pemerintahannya dia sangat angkuh dan suka bertindak sewenang-wenang. Keangkuhanya terekam dalam prasasti di Persepolis yang memuat catatan pribadinya dan berbunyi : Saya Ahasyweros, raja agung, satu – satunya raja, raja dari semua negara yang memakai segala macam bahasa, raja dari bumi raya... “. [3]
Dalam hal ini raja mempunyai kuasa total. Apa yang dia ucapkan, itu menjadi titah, atau perintah yang harus ditaati.
J. Sidlow Baxter menulis,
-       “Diluar Alkitab dia dikenal sebagai Xerxes, merupakan nama Yunaninya. Xerxes memerintah kerajan Persia dari 485 sampai 465 B.C. Nama anak Darius ditafsirkan sebagai Khshayarsha, yang diterjemahkan dalam Yunani sebagai Xerxes, dan dalam Ibrani dari huruf ke huruf, Akhashverosh, dan dalam Inggrisnya, Ahas-uerus. . . .”[4]
-       Xerxes adalah seorang raja yang memerintahkan membangun jembatan atas Hellespont, dan yang kemudian belajar kalau jembatan itu telah dihancurkan oleh badai, tepat saat selesai, sehingga dia begitu marah dan mencambuk 300 kali dan memotong kepala para pekerja jembatan. [5]
-       Inilah raja yang ditawari sejumlah uang setara dengan 5 setengah sterling oleh Pythius, orang Lydian, untuk perjalanan militer, begitu terpesona dengan kesetiaannya dia mengembalikan uang itu bersama dengan hadiah yang besar; dan kemudian diminta oleh Phthius yang sama, langsung membebaskan salah satu anaknya yang tertua dari kemiliteran, tapi saat dukungannya menurun, dengan marah dia memerintahkan memotong anak itu menjadi dua, dan pasukan berbaris diantarannya.
-       Inilah raja yang mempermalukan pahlawan Spartan yang masih ada, Leonidas.
-       Inilah raja yang mengubur rasa malu atas kekalahannya dengan terlibat dalam seksualitas dengan menawarkan hadiah kepada umum untuk penemuan kesenangan baru. [6]
-       Inilah raja yang memotong kanal melalui Isthmus of Athos untuk armadanya pengambil alihan yang luar biasa.
-       Inilah raja yang kekayaan yang besar, dan pikirannya yang besar membuat nama Persia dikagumi didunia kuno. Herodotus menceritakan bahwa diantara jumlah tak terhitung melawan Yunani, Ahasyweros merupakan yang terelok dan tergagah. Tapi secara moral sangat berlawanan. Dia menurunkan Wasti karena menolak menunjukan dirinya dihadapan para tamunya. Dialah yang memerintahkan Yahudi dibantai, dan kemudian melawan hal itu.
Ahasyweros adalah raja besar Persia, yang dinubuatkan Daniel:
Oleh sebab itu, aku akan memberitahukan kepadamu hal yang benar. Sesungguhnya, tiga raja lagi akan muncul di negeri Persia, dan yang keempat akan mendapat kekayaan yang lebih besar dari mereka semua, dan apabila ia telah menjadi kuat karena kekayaannya, ia akan berusaha sekuat-kuatnya untuk melawan kerajaan Yunani ” (Daniel 11:2 ).

C.     PESTA RAJA AHASYWEROS
Ahasyweros bersemayam di atas takhta kerajaannya dalam benteng Susan (Ester 1:2). Di sana ia mengadakan pesta agung selama 180 hari untuk merayakan kebesarannya. Alkitab tidak secara spesifik mengatakan pada pembaca kenapa raja mengadakan penyelenggaraan seperti itu, tapi maksudnya jelas ingin menunjukan kuasa dan kemuliaan kerajaannya (1:4). Bangsawan dari berbagai provinsi (127) kerajaan ini hadir untuk melihat kuasa raja dan untuk melihat apakah raja Ahasyweros mampu melakukan tugas besar ini (mengadakan perayaan selama 6 bulan).
Secara militer, pesta tersebut dipakai untuk menggalang sekutu dan tentara guna melakukan oprasi militer melakukan penyerangan lagi ke Yunani. Raja ingin meyakinkan tamunya bahwa mereka akan tunduk dan mendukung kepemimpinannya saat dia masuk kedalam peperangan. Saat 6 bulan hampir berakhir, ada pesta besar lagi yang digambarkan. Pesta besar ini lebih singkat hanya 7 hari, dan untuk semua orang yang berdiam di Susan, baik kaya maupun miskin (1:5). Pesta yang lebih lama untuk kaum bangsawan (1:3-4). Kemakmuran merupakan bukti dari perayaan singkat dengan berlimpahnya makanan dan anggur. Walau raja menyediakan anggur dengan berlimpah, dia memberi kebebasan mereka meminum apapun yang diinginkan (1:8). Para wanita terutama terkesan dengan istana dan taman. Semua yang dituliskan dalam alkitab tentang kemegahan dan keindahan tata istana adalah untuk menunjukkan “kekayaan kemuliaan kerajaannya” (1:4-6).
Sementara itu pria dihibur oleh raja, sedangkan para wanita memiliki pestanya sendiri dengan ratu Wasti sebagai tuan mereka (1:9). Akhir dari 7 hari, pesta hampir berakhir. Banyak minuman diberikan diminggu sebelumnya, dan teks ini menyatakan bahwa raja juga ikut serta (1:10). Tidak diberitakan bahwa raja “mabuk” tapi hatinya “riang gembira”. Saat hati raja sedang “riang gembira, raja memerintahkan Wasti untuk muncul dihadapan pria yang bersama dengan raja (1:10-11). Dengan demikian Penulis menyimpulkan bahwa raja telah merencanakannya sebelumnya. Namun yang terjadi dalam kisah tersebut adalah Wasti menolak titah raja. Oleh sebab itu Wasti dibuang dari hadapan raja dan jabatannya sebagai ratu dicabut. Beberapa waktu setelah kejadian tersebut Ahasyweros pergi memimpin tentara Persia menyerang Yunani (482-479 SM).
D.    ALASAN PENOLAKAN RATU WASTI
Dalam kaitannya dengan ikatan keluarga, Wasti memang bersalah karena tidak memiliki sikap tunduk dan taat terhadap perintah suaminya. Tetapi Wasti memiliki alasan dibalik penolakannya tersebut. Beberapa kemungkinan alasan ratu Wasti menolak permintaan raja yang “sederhana” tersebut adalah:
1.         Ratu Wasti sibuk dengan pesta yang ia adakan sendiri. Secara leterleg dalam alkitab tidak disebutkan kenapa sang ratu menolak. Namun pandangan mengenai ratu lebih sibuk dengan pestanya sendiri dipahami oleh beberapa orang karena dalam situasi tersebut bertepatan ketika ratu juga sedang mengadakan perjamuan bagi kaum wanita di dalam istana raja Ahasyweros (1:9).
2.         Ratu Wasti sudah tidak menghormati raja Ahasyweros sebagai suaminya (1:17). Menurut para penasehat raja, sikap ratu Wasti ini muncul karena ratu sudah tidak menghormati raja lagi. Oleh sebab itu para penasehat memberikan saran kepada raja untuk mengganti ratu Wasti dengan ratu yang baru agar masalah tersebut tidak menjadi contoh bagi wanita-wanita lain di daerah kekuasaan Ahasyweros. Disatu sisi bila ratu Wasti tidak ditindak maka akan lebih memalukan lagi bagi raja karena  raja akan tidak dihormati oleh bawahan dan  rakyatnya karena tidak memberikan  hukuman pada ratu.
3.         Ratu wasti menolak karena dalam budaya kerajaan ketika itu seorang ratu yang dipamerkan harus dalam keadaan telanjang. Pandangan ini sesuai dengan pendapat Norman Gottwald yang menyatakan bahwa kebudayaan Persia memamerkan wanita dengan telanjang.[7] Hal itulah yang akan dialami Wasti jika ia menjalankan perintah raja Ahasyweros. Oleh sebab alasan untuk menjaga harga diri maka Wasti menolak hal tersebut.
4.         Ratu Wasti menolak karena tidak mau kehilangan martabatnya sebagai wanita dengan dipamerkannya ditengah-tengah pria-pria yang tengah mabuk oleh anggur. Wasti sadar keberadaannya ditengah-tengah pria yang sedang mabuk akan mengancam keberadaannya. Wasti memahami  bahwa keberadaannya di tengah-tengah pria-pria tersebut tidak menjamin akan adanya pelecehan yang dilakukan oleh pria-pria yang kehilangan kesadaran karena mabuk tersebut. Hal ini didukung oleh pandangan beberapa tokoh yaitu:
-          Menurut J. Sidlow Baxter: Raja memerintahkan agar Wasti (Vashti artinya ‘wanita cantik’) harus datang dan menunjukan dirinya dengan cara yang tidak sopan dihadapan banyak tamu. Hal ini merupakan pelanggaran dan penghinaan hidup seseorang yang seharusnya dilindungi raja. Dari sisi wanita (feminis) penolakan Wasti terhadap titah raja merupakan suatu keberanian dan bisa dibenarkan. Meskipun disisi lain penolakan terhadap monarki seperti sangat memalukan.[8]
-          Posisi yang sama diambil oleh Jamieson, Fausset, dan Brown yang berpendapat bahwa “Penolakan Wasti terhadap perintah untuk menunjukan dirinya dengan tidak terhormat dihadapan undangan yang mabuk berdampak pada kesopanan seks dan kedudukannya sebagai ratu.  Menurut kebiasaan Persia, ratu lebih dari istri seorang pria. Dalam pandangan umum saat itu Pengasingan Wasti yang dilakukan oleh raja adalah akibat dari raja yang telah dikuasai oleh anggur dan kesombongannya.
Dari penolakannya tersebut Wasti menerima konsekuensi dengan cara yang tidak terhormat. Wasti dibuang dari hadapan raja dan jabatannya sebagai ratu dicabut. Bahkan dalam Alkitab Wasti jelas tidak dipandang baik. Tercatat dalamAlkitab seakan dengan dingin menolak perintah suaminya dan rajanya untuk muncul dalam kebesarannya. Penasihat raja semuanya menganggap dia bersalah dan merekomendasikan agar diganti dengan yang “lebih baik.” (1:19) daripadanya. Karena tindakan Wasti dipandang dapat menjadi contoh buruk yang bisa merusak prilaku dan tindakan wanita dikerajaan (1:17-18).

BAB III
KESIMPULAN
Penolakan ratu Wasti terhadap permintaan raja yang terkesan “sederhana” itu mengandung arti yang dalam yang menyangkut tentang keberadaan wanita yang tereksploitasi zaman itu. Penolakan ratu Wasti dipandang dari budaya bukan sekedar bahwa ia menolak karena lebih mementingkan pesta yang ia adakan sendiri atau karena ia sudah tidak menghormati suaminya, tetapi lebih kepada menjaga martabat dan harga dirinya sebagai wanita. Tentu saja Wasti yang sebenarnya sudah lama menjadi ratu mengetahui bahwa pemberontakannya akan mengakibatkan amarah raja dan konsekuensi yang pasti akan ia jalani. Namun demi harga dirinya yang tidak ingin diekspose dihadapan laki-laki yang tengah mabuk yang dapat mengancam keberadaannya ketika diperlihatkan raja, membuat ia mengambil keputusan yang ia pandang tepat.
Keberanian ratu Wasti dipandang kaum feminis sebagai suatu tindakan yang tepat. Eksploitasi wanita zaman itu sangat sulit untuk ditolak oleh wanita sehingga wanita seakan dipandang tidak ada harganya. Budaya Patriakal lebih berakar pada zaman itu. Namun oleh keberadaan Wasti yang berani mengambil konsekuensi dan mempertahankan harga dirinya, ia menjadi suatu contoh sosok wanita yang perlu dihargai.

DAFTAR PUSTAKA

‑‑‑‑‑‑‑‑‑, Alkitab. Jakarta: LAI, 2006.
Bakker, F. L. Sejarah Kerajaan Allah 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987.
Baldwin, Joyce C. Esther: An Introduction and Commentary. Downers Grove: Inter-Varsity Press, 1984.
Baxter, J. Sidlow. Explore the Book . Grand Rapids: Zondervan Publishing House, six volumes in one, Vol. 2, 1960.
Bergant. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Browning, W.R.F. Kamus Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Erich F Schmidt, Persepolis III: The Royal Tombs and Other Monuments, Oriental Institute Publications, vol. 70, 1970.
Gootwald, Norman K. The Hebbrew Bible A Socio-Literary Introduction (Philadelphia: Fotress Press,1985.
Lasor, W.S. Pengantar Perjanjian Lama 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
Olmstead, A.T.  History of the Persian Empire . University of Chicago Press, 1948.





[1] F. L. Bakker, Sejarah Kerajaan Allah 1. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987), hal. 621.
[2] W.S. Lasor, Pengantar Perjanjian Lama 1, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005) hal. 451.
[3] Erich F Schmidt, Persepolis III: The Royal Tombs and Other Monuments (Oriental Institute Publications, vol. 70,   1970) hal.27.
[4] J. Sidlow Baxter, Explore the Book (Grand Rapids: Zondervan Publishing House [reprint], six volumes in one, 1960), Vol. 2, hal 262.
[5] A.T. Olmstead, 1948. History of the Persian Empire (University of Chicago Press) hal. 214.
[6] Ibid, hal 215.
[7] Norman K.Gootwald, The Hebbrew Bible A Socio-Literary Introduction (Philadelphia: Fotress Press,1985), hal.561.
[8] J. Sidlow Baxter,.Opcit, hal 267.

4 komentar:

  1. Hai Kezia...saya kutip tulisannya ya untuk argumentasi saya mengenai ratu wasti. Jujur saya pro Wasti :)

    Thank you.

    BalasHapus
  2. Vashti, Jezebel, Semiramis cuma sekedar perwujudan dari Lilith di berbagai jaman hingga akhirnya muncul sebagai gerakan feminis.

    BalasHapus
  3. Vashti, Jezebel, Semiramis cuma sekedar perwujudan dari Lilith di berbagai jaman hingga akhirnya muncul sebagai gerakan feminis.

    BalasHapus